Tampilkan postingan dengan label kahlil gibran. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label kahlil gibran. Tampilkan semua postingan

Puisi Kahlil Gibran Perihal Cinta

SANG NABI


Berkatalah Almitra : bicaralah kepada kami perihal cinta.
diangkatnya kepala dan disapukannya pandangan kepada pendengarnya.
suasana hening meliputi mereka, maka terdengar lantang ia bertutur kata :

Pabila cinta memanggilmu maka ikutilah dia,
walau jalannya terjal berliku liku,
dan pabila sayapnya merangkulmu, pasrahlah
serta menyerah, walau pedang tersembunyi di sela sayap itu melukaimu.
dan jika dia berbicara kepadamu, percayalah, walau ucapannya membuyarkan mimpimu,
bagai angin utara mengobrak abrik pertamanan.

sebab sebagaimana cinta memahkotaimu, demikian pula dia menyalibmu.
demi pertumbuhanmu begitu pula demi pemangkasanmu. 
sebagaimana dia membubung, mengecup puncak puncak ketinggianmu,
membelai mesra ranting ranting terlembut yang bergetar dalam cahaya matahari,
demikian pula dia menghujam kedasar akarmu,
mengguncang guncangnya dari ikatanmu dengan tanah.

laksana butir butir gandum kau diraihnya
ditumbuknya kau sampai polos telanjang,
diketamnya kau, agar bebas dari kulitmu.
digosoknya, sehingga menjadi putih bersih,
diremas remasnya menjadi bahan yang lemas di bentuk,
dan akhirnya diantarkan kepada api suci,
laksana roti suci yang dipersembahkan pada pesta kudus tuhan.

demikianlah pekerti Cinta atas diri manusia,
supaya kau pahami rahasia hati,
dan kesadaran itu menjadikanmu segumpal hati Kehidupan.

Namun jika dalam kecemasan, hanya kekokohan cinta dan kesenangannya yang kau cari,
maka lebih baiklah bagimu menutupi tubuh.
lalu menyingkir dari papan penempaan, memasuki dunia tanpa musim,
dimana dapat tertawa, namun tidak sepenuhnya.
Tempat kau pun dapat menangis, namun tidak sehabis air mata.

"Cinta tak memberikan apa apa, kecuali keseluruan dirinya,
utuh-penuh, juga tidak mengambil apa apa, kecuali dari cinta itu sendiri.
cinta tidak memiliki ataupun dimiliki
karena cinta telah cukup untuk dicinta".

pabila kau mencinta, janganlah berkata :
"Tuhan ada didalam hatiku,"
tapi sebaiknya engkau merasa :
"Aku berada didalam Tuhan."

pun jangan mengira, bahwa kau dapat menentukan arah jalannya cinta,
karena pabila kau telah dipilihnya, cinta akan menentukan perjalanan hidupmu.

cinta tiada berkeinginan selain mewujudkan maknanya.
namun jika kau mencinta disertai berbagai keinginan, ujudkanlah dia demikian:
meluluhkan diri, mengalir bagaikan sungai,
yang menyanyikan lagu persembahan malam,
mengenali kepedihan kemesraan yang terlalu dalam, merasakan luka 
akibat pengertianmu sendiri tentang cinta.
kemudian terlena dengan doa bagi yang tercinta dalam sanubari,
dari sebuah nyanyian puji syukur tersungging senyum dibibir

Label : Kahlil Gibran


by : indra baydhowi
[source: Sang Nabi]

Sayap Sayap Patah Bagian 4 Karya Kahlil Gibran







Bagian 3 Altar Cinta

Dalam beberapa bilangan hari, kesepian menyelimuti diriku. Aku lelah dengan wajah kitab kitab yang suram. Aku menyewa kereta kuda menuju kediaman Faris Affandi. Sewaktu aku telah berada di tengah tengah pepohonan cemara yang amat indah, dimana banyak sekali terlihat orang sedang berpelisir , kusir itu mengambil jalan tengah dan terlindungi pohon pohon willow di pinggirnya. Dengan melewati jalan itu kami bisa menikmati indahnya rerumputan hijau, pohon pohon anggur dan banyak sekali aneka bunga bunga Nisan yang sedang mekar, merah seperty delima, kuning bagai emas dan biru laksana zamrud. Tidak begitu lama kereta itu telah berhenti di depan rumah yang sepertinya terpencil di tengah tengah pertamanan yang indah. Harum bunga bunga mawar, bunga kacapiring dan bunga melati memenuhi udara. ketika aku turun dari kereta dan memasuki taman yang luas itu, aku melihat Faris Affandi datang menyambut kehadiranku. Beliau membawaku masuk kedalam rumahnya dengan sambutan yang sepenuh hati dan duduk sekenanya di sampingku, seperti seorang ayah melihat puteranya sendiri. Ia menghujaniku dengan pertanyaan pertanyaan sekitar kehidupanku, masa depan dan pendidikan. Aku pun memberi jawaban dengan paparan penuh ambisi dan bersemangat. Sebab aku mendengar dengungan himne keagungan di telinga dan aku sedang melayari lautan impian penuh harapan harapan. Selang beberapa menit kemudian seorang wanita muda yang cantik memakai gaun putih yang kemilau nan indah muncul dari balik daun pintu bertirai beludru dan melangkah ke arahku. Aku dan Faris Affandi bangun dari kursi menyambutnya.

“Ini adalah puteriku salma” ujar orang tua itu yang kemudian di lanjutkan dengan memperkenalkan diriku padanya. Katanya, “nasib telah mempertemukan aku dengan teman yang amat kuhormati dalam wajah puteranya, “ salma menatap kearahku sejenak seakan tiada percaya kalau seorang tamu telah memasuki rumahnya. Tangannya yang indah, waktu aku menyentuhnya, laksana bunga bakung yang indah putih seperti tanpa dosa. Dan perasaan aneh aneh tiba tiba menyerbu hatiku. Kemudian kami semua duduk terdiam seakan akan salma membawa kebisuan yang setara dengan jiwanya yang amat menyenangkan. Saat dia menyadari kebisuan itu, Salma tersenyum kepadaku dan berbasa basi, “begitu sering ayahku mengulang cerita cerita masa mudanya dan hari hari yang telah lewat sewaktu beliau dan ayahmu menghabiskan waktu bersama sama. Jika saja ayahmu melakukan hal yang sama pula dengan apa yang dilakukan olah ayahku padaku, itu artinya pertemuan antara kita sekarang ini bukanlah yang pertama.”




Orang tua itu tampak riang mendengar puterinya berbicara sebegitu sopan santun. Dia lalu berkata “salma ini sangat perasa. Dia melihat sesuatu dengan mata jiwanya.” Kemudian dia melanjutkan pembicaraan dengan lebih santun dan tampak lebih bijaksana sekali. Seakan akan beliau menemukan pesona magis pada diriku yang membawanya kesayap sayap memori pada hari hari yang telah pergi.

Orang tua itu menatapku seraya membayangkan masa mudanya. Sedang aku menatapnya seolah memimpikan masa depanku. Beliau memandangku seperti pohon tua yang tinggi yang menaungi anak pohon yang hidup di tiupan semilir angin fajar.

Tapi salma membisu. Ada kalanya dia memandang kearahku lalu beralih pada ayahnya seakan akan sedang membaca bagian awal dan akhir drama kehidupan. Begitu cepat hari berlalu di taman itu dan aku dapat melihat kecupan sinar matahari yang kuning temaram di pegunungan lebanon melalui jendela. Faris affandi lalu menceritakan pengalaman pengalamannya. Dan aku menyimak dengan terpesona bahkan terkadang diselingi keterkejutan ketika tahun duka citanya berbalik menjadi kebahagiaan. Salma duduk di depan jendela mengedarkan pandangan dengan mata sayu tanpa mampu mengucap sepatah kalimat pun. Seolah dia tahu bahwa keindahan memiliki bahasa surgawi, lebih mulia dari segala suara yang dituturkan lidah lidah dan bibir bibir. Ia adalah bahasa abadi, baik buat seluruh manusia laksana sebuah talaga tenang yang menarik nyanyian anak sungai menuju kedalamnya dan membuatnya tak beriak.

Hanya jiwa kami yang mampu menangkap keindahan , hidup dan tumbuh bersamanya. Keindahan membuat pikiran kami bingung tanpa kami mampu menggambarkannya dalam bentuk kata kata. Ia adalah sebuah perasaan yang tampak oleh mata kita, berasal dari keduanya baik dari orang yang menatap maupun orang yang dillihatnya. Keindahan yang sesungguhnya adalah sinar yang menghiasi memancar dari jiwa jiwa paling suci yang jasmani laksana kehidupan yang datang dari pusar bumi, dan memberinya warna dan wangi pada bunga.

Keindahan sejati terletak pada keserasian spiritual yang diberi nama cinta. Yang dapat bersarang diantara seorang lelaki dan seorang wanita.

Apakah jiwaku dan jiwa salma saling menggapai di hari pertemuan kami itu. Dan apakah perasaan rindu itulah yang membuatku melihat salma seolah perempuan paling cantik di bawah matahari ini? Atau aku mabuk anggur masa muda yang membuatku berkhayal akan sesuatu yang tak pernah ada.?

Apakah keremajaanku membutakanku dan membuatku membayangkan pancaran di mata salma, kemanisan di mulutnya kehalusan di pipinya? Ataukah semua itu yang telah membukakan mataku agar melihat kebahagiaan dan nestapa cinta?

Teramat sulit menjawab pertanyaan ini. Tapi aku berkata sejujurnya bahwa pada saat itu aku tidak pernah merasakan penjara yang tidak pernah aku rasakan sebelumnya, kasih sayang baru yang diam diam masuk ke dalam hatiku, laksana roh yang melayang layang diatas air saat penciptaan dunia ini. Dan dari cinta itu lahirlah kebahagiaan dan kedukaanku. Semua itu mengakhiri pertemuan pertamaku dengan salma, hingga kehendak tuhan membebaskanku dari penghambaan masa remaja dan kesendirian serta membimbingku berjalan dalam prosesi cinta. cinta adalah satu satunya kebebasan di dunia ini karena ia begitu tinggi mengangkat jiwa, dimana hukum hukum kemanusiaan dan kenyataan alam tidak mampu menemukan jejaknya.

Di saat aku bangkit dari tempat duduk untuk pulang, Faris Affandi mendekatiku dan berkata dengan tenang, “sekarang setelah engkau tahu jalan menuju rumahmu, sering seringlah berkunjung kemari karena engkau datang kerumah ayahmu. Anggaplah aku ayahmu dan salma adikmu.” Sambil mengatakan kalimat itu, ia menoleh ke arah salma. Ia mengangguk, kemudian melihatku seperty orang yang menemukan kenalan lamanya kembali.


Seluruh perkataan Faris Affandi itulah yang menyebabkan aku menjadi dekat dengan puterinya di altar cinta. ucapan ucapannya itu menjadi nyanyian surgawi yang dimulai dengan keagungan dan diakhiri dengan kepedihan. Semua itu membangkitkan gairah kami menuju alam penuh cahaya dan nyala api. Dan apa saja yang telah diutarakan Faris Affandi adalah cawan dimana kebahagiaan dan kegetiran kami reguk darinya. Aku pun meninggalkan rumah itu. Orang tua salma mengantarkanku hingga di ujung taman sementara hatiku benar benar seperti getaran bibir orang yang sedang kehausan.


BY : indra baydhowi

sumber : Tetralogi Masterpiece Kahlil Gibran

Sayap - Sayap Patah bagian 3 Kahlil Gibran


Bagian 2
Tangan Sang Nasib

Saat musim semi di tahun yang itu, aku berada di beirut. Taman taman penuh dengan bunga bunga bulan nisan dan bumi berhamapar rumput hijau, semua tempet seperty rahasia yang diperlihatkan bumi pada langit. Pohon pohon jeruk dan apel, terlihat laksana bidadari atau mempelai pengantin yang dititahkan oleh alam untuk mengilhami para penyair dan membangkitkan gairah khayalan, berselimutkan baju baju putih dan kembang kembangnya yang mekar semerbak.

Musim semi pastilah indah dimanapun, namun tak akan seindah di lebanon. Musim semi adalah sebuah roh yang mengelilingi bumi tetapi melayang layang di sekitar lebanon, bercakap dengan arwah para raja dan nabi nabi di cakrawala, bersenandung bersama sungai sungai yahudiyyah, mendendangkan nyanyian nyanyian sulaiman, mengingatkan kembali kenangan purba kala yang jaya dengn hutan cedar suci lebanon. Beirut yang terbebas dari lumpur musim dingin dan debu musim panas, adalah seperti anak gadis yang mandi di anak kali lalu duduk di tepiannya, menjemur kulit halusnya di bawah sinar matahari.

Suatu hari di bulan nisan, aku mengunjungi seoran teman yang rumahnya tidak begitu jauh dari kota yangpenuh pesona itu. Waktu kami sedang bercakap cakap, seorang lelaki berwibawa berumur sekitar enam puluh lima tahun memasuki rumah itu. Tatkala aku bangun untuk menyapanya, temanku malah memperkenalkannya padaku bahwa namanya faris affandi karami dan memberitahukan namaku disertai kata kata pujian. Orang tua itu melihat sesaat, menyentuh dahinya dengan jari jarinya seakan akan dia mencoba meraih ingatannya. Kemudian dia mendekatiku dengan tersenyum seraya berkata, “engkau adalah putera temanku yang sangat kuhormati dan aku gembira setalah melihat temanku itu ada dalam dirimu.”


Begitu terpengaruh oleh kata katanya, aku tertarik padanya seperti seekor burung yang nalurinya mengajak untuk menuju sarangnya sebelum prahara datang. Sewaktu kami duduk dia mengisahkan perihal persahabatannya dengan ayahku. Ia mengingat kembali masa masa yng mereka habiskan bersama. Orang orang tua asyik mengingat ingat hari mudanya seperti orang asing yang rindu untuk kembali ke negeri asalnya. Mereka begitu riang menuturkan kisah kisah masa lalunya seperty penyair yang dengan asyiknya membacakan puisi puisi terbaiknya. Mereka hidup secara spiritual di masa lalu sebab hari berlalu dengan cepat. Dan masa mendatang nampak baginya seperty sebuah jalan menuju kematian. Satu jam penuh kenangan kenangan itu berlalu seperti bayang bayang pohon di rerumputan. Ketika faris affandi melangkah, dia meletakkan tangan kirinya di pundakku dan menyalami tangan kanaku sembari berkata, “dua puluh tahun lamanya aku tidak bersua lagi dengan ayahmu. Aku harap engkau dapat menjadi pengganti orang tuamu untuk sesekali berkunjung ke tempatku. “ aku mengiyakannya dan berjanji untuk memenuhinya, karen keharusan seorang anak terhadap sahabat baik ayahnya.

Waktu orang tua itu meninggalkan rumah tersebut, aku meminta temanku untuk berkisah lebih banyak lagi mengenai dirinya, dia berucap, “yang aku tahu, tidak ada seorang pun di beirut ini yang dengan kekayaan dan kebaikannya mempunyai sifat terpuji dan membuatnya menjadi hartawan. Dia termasuk yang datang kedunia ini dan meninggalkannya tanpa merugikan orang lain. Tetapi orang seperty itu biasanya hidup sengsara dan tertindas. Sebab mereka tidak cukup pandai untuk menyelamatkan dirinya dari kecurangan dan perdaya orang lain. Faris affandi memiliki anak gadis yang memiliki sifat mirip dengan ayahnya. Kecantikannya serta keagungannya tak tergambarkan. Dan dia juga akan hidup menderita, karena kekayaan ayahnya akan membuat da berada di tebing curam yang mengerikan.”



Sambil mengucapkan kalimat terakhir ini, aku melihat wajahnya meredup lalu dia menambahkan, “faris affandi adalah orang tua yang baik dan berhati mulia. Tapi dia kehabisan hasrat dan kemauan. Orang orang memperlakukannya seperty buta. Anak perempuannya tunduk padanya kendati dia memiliki budi yang luhur dan kecerdasan. ”

Ini adalah rahasia yang tersembunyi dalam kehidupan ayah dan seorang puterinya. Rahasia ini dimanfaatkan oleh seorang uskup yang berwatak iblis yang menyembunyikan kejahatan-nya di balik bayang bayang injil. Dia membuat orang orang yakin bahwa dia adalah orang yang baik dan terhormat. Dia adalah pemuka agama di negeri religius ini. Orang orang taat, memuja dan memujinya. Dia memperlakukan mereka sperti sekawanan domba yang di giring ke rumah jagal. Uskup ini mempunyai kemenakan laki laki yang otaknya penuh dengan kecurangan dan kelicikan. Cepat atau lambat, akan segera tiba saatnya dimana dia akan menempatkan kemenakannya itu disisi kanannya. Sedang puteri faris affandi disebelah kirinya. Dan dengan tangan berlumur noda itu akan mengangkat rangkaian mahkota kembang perkawinan di atas kepala mereka, menyerahan jantung hari dalam dada sang malam.

“hanya itu yang bisa aku katakan kepadamu tentang faris affandin dan juga puterinya itu. Dan jangan tanyai aku lebih dari itu.” Sembari berkata demikian, dia menggeser pandangan ke arah jendela seakan akan berusaha memecahkan persoalan persoalan hidup manusia dengan mengamati dalam dalam keindahan alam semesta.

Ketika aku akan pulang, aku berkata kepada temanku bahwa aku akan mengunjungi faris affandi selama beberapa hari dengan memenuhi janjiku dan demi menghargai persahabatan yang terjalin antara beliau dan ayahku. Dia menatapku sejenak. Dan aku melihat perubahan raut mukanya dengan jelas, seakan akan penuturanku yang simpatik itu memberinya gagasan baru. Kemudian dia memandang haru ke mataku dengan pandangan aneh, pandangan cinta, belas kasihan, dan kekhawatiran bagai tatapan seorang nabi yang sedang meramalkan apa yang tidak bisa dijanjijkan ilmu pengetahuan. Lalu bibirnya sedikit bergetar, tetapi tidak ada sepatah katapun terucap dari bibirnya, hingga aku melangkah meninggalkan tempatnya dan keluar melalui pintu. Yang kurasakan selanjutnya adalah tatapan asing yang terus mengikutiku dan tidak kupahami maksudnya, hingga kebebasan diriku tentang dunia pengalaman terbang ke kahyangan. Dimana hati saling mengerti satu sama lain berdasarkan intuisi dimana jiwa jiwa telah menjadi matang oleh pemahaman. 

by : indra baydhowi
sumber : Tetralogi Masterpiece Kahlil Gihbran

Sayap - Sayap Patah bagian 2 oleh Kahlil Gibran



Bagian 1
Duka yang bisu
PARA sahabatku, tentu kalian masih ingat masa muda dengan keriangannya dan menyesalkan berlalunya. Tetapi aku mengingat semua itu tak beda dengan seorang tawanan yang menggambarkan kembali jeruji dan belenggu belenggu kesengsaraan didalamnya. Kalian menyebut tahun – tahun antara masa kecil dan masa muda sebagai masa keemasan yang terbebas dari aturan dan kungkungan. Namun bagiku tahun tahun tersebut sebagai masa kedukaan yang bisu. Ia tumbuh laksana benih didalam hatiku dan berkembang pula bersamanya . tak dapat menembus dunia pengetahuan dan kebijaksanaan hingga cinta datang dan membuka pintu pintu hati serta menyinari pojok pojoknya. Cinta menganugrahiku bahasa dan air mata. Kalian tentu ingat taman taman dan bunga anggreknya, tempat tempat pertemuan di sisi jalan yang menyaksikan segenap sandiwaramu dan mendengarkan bisik bisik kalian. Aku mengingat tempat yang indah itu di lebanon utara. Setiap kali aku terpejam, aku menyaksikan lembah lembah penuh keajaiban dan keindahan serta gunung yang dikelilingi oleh keagungan dan kemuliannya yang mencoba merambah langit. Setiap kali aku menutupi pendengaranku terhadap kebisingan kota, aku mendengar bisikan gemericik sulur pepohonan. Seluruh keindahan yang aku sampaikan sekarang ini dan aku rindkan itu tak ubahnya laksana seorang bayi merindukan tetek ibunya, melukai jiwaku yang terpenjara dalam kekelabuan masa muda. Semisal seekor elang menderita sendirian dalam sangkarnya tatkala melihat sekawanan burung terbang bebas di laut yang luas. Seluruh lembah dan berbukitan membakar angan anganku, namun perasaan gelisah membenamkan hatiku ke jaring keputusasaan.

Setiap kali aku pergi perladangan, aku kembali dengan kekecewaan tanpa sedikit pun memahami penyebab kekecewaan itu. Setiap kali menegadah ke langit yang kelabu, aku merasakan hatiku mengkerut. Setiap kali aku mendengar nyanyian burung burung dan perbincangan musim semi, aku menderita tanpa mengerti alasan penderitaanku. Konon, kebersahajaan membuat seseorang berada dalam kekosongan. Dan kekosongan membuatnya riang dan tiada berfikir sedikitpun.Yang demikian barangkali benar bagi mereka yang terakhir sebagi makyat dan hidup sebagai seonggok jasad kaku hidup sebagai jasad kaku di atas permukaan tanah. Tapi bagi seorang anak yang peka serta tahu sedikit saja tentang sesuatu, dialah makhluk paling sial dibawah matahari, sebab dia dicabik cabik oleh dua kekuatan. Kekuatan pertama mengangkatnya dan mempertontonkan indahnya semesta dari kabut mimpi mimpi. Yang kedua memaksanya turun ke bumi dan memenuhi penglihatannya dengan debu dan menyekapnya dengan segala kekhawatiran dan kelamunan.

Kesunyian memiliki tangan tangan yang lembut, namun dengan jari jarinya yang kuat, ia merenggut hati dan membuatnya nestapa dengan duka duka cita. Kesunyian adalah lorong menuju penderitaan sekaligus teman kegungan spiritual, jiwa seorang anak yang tak henti dilanda derita adalah seumpama teratai putih yang terapung. Menggigil diterpa semilir angin dan membuka hatinya untuk sang fajar. Lalu melipat daunnya kembali tatkala bayang bayang malam mulai datang. Mana kala anak tersebut tidak punya hiburan atau kawan dalam permainan, hidupnya akan menjadi penjara yang sempit, dimana dia tidak melihat apapun kecuali sarang laba laba. Tidak mendengra sesuatupun kecuali suara serangga. Penderitaan yang menghantuiku selama masa muda bukanlah disebabkan oleh kurangnya hiburan dan permainan. Karena pada kenyataan aku punya itu semua. Bukan pula teman yang terbilang. kedukaan itu lebih dikarenakan oleh penyakit batin yang membuatku lebih mencintai kesederhanaan. Ia jga mematikan kecendrunganku pada permainan dan hiburan. Ia pulalah yang mematahkan kemudaanku dari bahuku dan membuatku seperti air diantara gunung gunung yang tenang dan memantulkan bayangan hantu hantu dan warna warni awan serta pepohonan. Tetapi tidak menemukan sebuah jalan keluar dimana sungai mengalir sambil berdendang ke arah laut. Begitulah kehidupanku sebelum mencapai usia delapan belas tahun.tahun tahun tersebut tak jauh berbeda dari puncak puncak gunung dalam hidupku. Karena ia menjadikan aku berpikir tentang alam ini. Dan membuatku memahami perubahan perubahan pada diri manusia.


Di tahun itu aku akan terlahir kembali, dan bila seseorang hidup kembali maka hidupnya akan kekal seperti sehelai kertas kosong dalam kitab keberadaan. Di tahun itu aku menyaksikan malaikat malaikat memandang ke arahku dari surga melalui mata perempuan yang indah. Aku juga melihat setan setan penghuni neraka yang mengumpat dan bentakan bentakan di hati seorang lelaki yang bejat. Barang siapa yang tidak melihat malaikat malaikat dan para setan didalam keindahan dan kedengkian hidup, akan terdampar jauh dari ilmu pengetahuan dan jiwanya akan kosong dari cinta kasiih sayang bersambung. . .

by : Indra Baidlowi
sumber : Tetralogi Masterpiece Kahlil Gibran

Sayap - Sayap Patah Karya Kahlil Gibran



Sayap sayap patah
Pendahuluan

Usiaku baru menginjak delapan belas tahun saat cinta membuka kedua mataku dengan pancaran magisnya dan untuk pertama kalinya mengguncang jiwaku melalui sentuhan jari jemari nya yang berapi. Salma karami dalah perempuan pertama yang yang mampu menggugah perasaanku dengan kecantikannya, serta membawaku masuk ke dalam tanah kasih yang agung, dimana hari-hari berlalu laksana mimpi dan malam layaknya pesta pora.

Salma karami-lah yang mengajariku memuji keindahann dengan pancaran kecantikannya dan menguakkan rahasia cinta bagiku dengan cintanya. Dialah perempuan pertama yang mendendangkan sjak sajak kehidupan yang sesungguhnya. Setiap pemuda akan senantiasa mengingat cinta pertamanya. Dan ia akan mencoba menggapai kembali saat saat ganjil itu. Ingatan yang mengubah dasar perasaannya dan membuatnya sedemikian gembira meskipun kegetiran terasa dalam misteri. Dalam hidupnya setiap pemuda akan kedatangan seorang “salma” yang datang dengan tiba tiba di musim semi kehidupannya. Mengubah kesepiannya menjadi saat saat yang bahagia serta mengisi kesunyian malam malamnya dengan musik.

Aku begitu asyik, larut dalam bayangan dan lamunan, mencoba mengerty makna semesta raya, terlena oleh rahasia kitab kitab dan injil, ketika aku mendengar cinta membisik ditelingaku melalui bibir salma. Hidupku laksana terhenti hampa seperty adam disurga, Ketika aku melihat salma brdiri dihadapanku laksana mercusuar. Salma adalah hawa bagi hatiku yang penuh rahasia rahasia dan keajaiban keajaiban ini, dialah yang membuatku paham akan arty kehidupan.


Adalah hawa yang menyebabkan adam keluar dari surga dengan keinginannya. Sementara salma mengantarkanku ke taman cinta yang murni dengan kebajikkan, keanggunan dan cinta kasihnya. Kecuali bahwa aku yang menimpa, makhluk pertma itu juga yang menimpaku. Dan pedang tajam yang menghalau adam keluar dari surga adalah semisal yang membuatku takut oleh kilat dan memaksaku menjauh dari surga cintaku tanpa pengingkaran atas segala acam perintah atau merasakan nikmatnya buah pohon terlarang itu. Saat itu setelah tahun tahun berlalu, aku tidak memiliki apapun. Tak ada yang tersisa dari impian indah itu. Melainkan kenangan menyakitkan yang mengepak ngepak laksana sayap sayap yang tak tampak di sekelilingku. Ia melahirkan rintihan kedukaan didasar hati dan mengucurkan air mata putus asa di kelopak mata. Salma yang anggun, sudah tiada. Tiada yang tersisa untuk mengingatnya selain hatiku yang patah dan seonggok kuburan itu dan hati inilah yang terrsisa untuk memberikan kesaksian tentang salma.

Kesunyian yang menjaga kuburan itu tidaklah mampu menyibakkan rahasia rahasia yang disimpan tuhan didalam gelapnya keranda. Gemerisik dahan yang akarnya menyesap bagian tubuh jenazah itu tidaklah menguak misteri misteri tentang kuburan itu sendiri. Namun desah dan ratap dihatiku ini, cukuplah memberi kabar kepada khalayak kehidupan akan drama dimana cinta, keindahan dan maut telah terjadi. Wahai sahabat sahabat muda yang tersebar di kota beirut, bila kalian melewati kuburan didekat rimbun cemara itu, masuklah dengan mulut terbungkam dan melangkahlah dengan pelan agar derap kakimu tidak mengganggu tidur orang yang beristirahat itu. Berhentilah dengan rendah hati di kuburan salma dan sampaikanlah salamku pada tanah yang menutupi kuburan. Sebutlah namaku dengan desahan yang dalam lalu katakan pada dirimu, “disini segala harapan gibran, ia yang hidup laksana tawanan cinta di seberang laut, dikebumikan. Dengan serta merta dia kehilangan kegembiraanya, menampakkan air mata dan melupakan senyumnya.”

Diantara kuburan bisu itulah penderitaannya tumbuh bersama pohon pohon cemara. Diatas kuburan itu rohnya melayang layang setiap malam mengitari salma, berkelana mengelilingi cabang cabang cemara dengan rintihan menyesakkan. Merasakan kehilangan yang begitu hebat, meratapi kepergian salma yang sebelumnya menjadi nyanyian yang begitu indah dibibir kehidupannya dan kini telah menjadi rahasia bisu dipelukkan bumi.

Wahai sahabat sahabatku, aku mohon kepada kalian atas nama gadis gadis yang kepada mereka hati kalian dipertaruhkan, agar meletakkan karangan bunga duka cita diatas makam orang yang kau cintai itu, barangkali bunga bunga itu pelataran kubur salma menjadi laksana setetes embun yang dititikkan pelupuk sang fajar pada bunga yang layu. bersambung. . .

Artikel terkait halaman ini klik disini.
By : Indra Baydhowi.

sumber : Tetralogi Masterpiece Kahlil Gibran