Tampilkan postingan dengan label akhlaq. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label akhlaq. Tampilkan semua postingan

Contoh Khutbah Idul Fitri

الخطبة الأولى

اللهُ أكْبَرُ اللهُ أكْبَرُ اللهُ أكْبَرُ اللهُ أكْبَرُ اللهُ أكْبَرُ اللهُ أكْبَرُ اللهُ أكْبَرُ اللهُ أكْبَرُ اللهُ أكْبَرُ

الْحَمدُ لله كَثيْرًا واللهُ أكْبَرُ كَبِيْراً ، وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأصِيْلاً ، لَهُ الْحَمْدُ جَلَّ وَعَلاَ عَلىَ نَعْمَائِهِ ، وَلَهُ الشُّكْرُ عَلىَ سَرَّائِهِ ، وَلَهُ الصَّبْرُ عَلىَ مَا قَضَى مِنْ بَلاَئِهِ ، وَأشْهَدُ أنْ لاَ إلهَ إلا اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ ، وَأشْهَدُ أنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ ، نَبِيُّهُ الْمُصْطَفَى ، وَرَسُوْلُهُ الْمُجْتَبَى ، اللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلىَ آلهِ وَأصَحَابِهِ أجْمَعِيْنَ ، أمَّا بَعْدُ ، فَيَا عِبَادَ اللهِ أُوْصِيْكُمْ وإيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ ، وَقَدْ فَازَ مَنِ اتَّقَى وَخَابَ مَنْ طَغَى . قَالَ تَعَالَى فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ أعُوْذُ بِالله مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

Allahu akbar 3X wa lillahil hamd

Kaum muslimin dan muslimat yang dirahmati Allah SWT Marilah kita senantiasa tingkatkan iman dan taqwa pada Allah swt, terutama setelah kita ditempa oleh Ramadhan selama sebulan penuh secara intensif, semoga Allah senantiasa menjaga ketakwaan kita hingga ajal menjemput kelak dan menerima seluruh amal baik kita, amin. Syukur alhamdulillah, baru saja kegiatan ibadah selama Ramadhan telah tuntas kita jalankan. Kita berharap semoga semua amal kita diterima Allah, dan semoga semuanya menjadi media refresing yang mampu mengurangi kegundahan dan kepenatan hidup selama ini dan bisa mengurai berbagai masalah hidup yang mendera kita.

Semua kita punya masalah hidup, baik itu masalah diri kita sendiri, masalah keluarga, masalah pekerjaan, masalah dengan masyarakat. Terlebih kita hidup sekarang ini di zaman modern yang banyak tantangan dan godaan, di mana budaya korupsi, narkoba, seks bebas, penjajahan budaya, lunturnya jati diri bangsa, bobroknya moral. Syeikh Ali Al-khawwas, dalam kitab Ar-Risalah al-Qusyairiyyah, menawarkan lima solusi dari persoalan di atas:

دَوَاءُ الْقَلْبِ خَمْسَةُ أَشْيَاءَ: قِرَاءَةُ الْقُرْآنِ بِالتَّدَبُّرِ، وَخَلاَءُ الْبَطْنِ، وَقِيَامُ الَّليْلِ؛ وَالتَّضَرُّعِ عِنْدَ السَحْرِ، وَمُجَالَسَةُ الصَّالِحِيْن.

“Obat hati ada lima; membaca al-Quran dan menghayatinya, mengosongkan perut, bangun malam, dzikir khusyu’ tengah malam, berteman dengan orang-orang baik”.

Dzikir, munajat dan baca al-Quran pun telah selesai kita panjatkan kehadirat Allah. Itulah sumber mata air ilahiyah yang mengalirkan keteduhan dan meneteskan embun kesejukan dalam sanubari kita. Ini sesuai firman Allah:

الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ . الرعد 28

“Hati orang-orang mukmin itu menjadi tenang dengan mengingat Allah, Ingatlah hanya dengan mengingat Allah jua lah hati menjadi tenang”.

Allah telah mentakdirkan kita, manusia ini, sebagai makhluk sosial, yakni makhluk yang selalu membutuhkan bantuan orang lain sekaligus dibutuhkan orang lain. Sehingga Islam mengatur hak dan kewajiban dalam hidup bertetangga dan bermasyarakat. Untuk itu, Islam mengajak kita untuk pandai-pandai memilih teman dan tetangga yang baik-baik agar tidak terjerumus dalam pergaulan yang justru menjauhkan kita dari Allah. Islam mengajak kita untuk berbagi kasih dengan sesama melalui zakat, infaq maupun sedekah. Dengan demikian, hubungan kita dengan sesama yang selama ini cenderung nafsi-nafsi, egois dan tak ramah, kembali terjalin hubungan yang harmonis. Rasulullah bersabda:

السَّخِيُّ قَرِيبٌ مِنَ اللهِ قَرِيبٌ مِنَ النَّاسِ قَرِيبٌ مِنَ الْجَنَّةِ وبَعِيدٌ مِنَ النَّارِ . رواه البيهقي

“Orang yang dermawan itu dekat dengan Allah, akrab dengan manusia, dekat dengan surga dan dijauhkan dari neraka”.

Qiyamullaili yang telah kita jalankan, shalat tarawih, witir, tahajjud dll, juga ikut berperan mempertajam kepekaan spiritualitas kita, dan mampu menghadirkan kefitrahan kita sebagai makhluk Allah. Tugas utama manusia adalah menjadi hamba dan abdi dari sang pencipta. Sekecil apapun perbuatan kalau itu diperintahkan Allah atau mendatangkan ridlo Allah, maka itulah prioritas hidup yang kita jalani. Misi seorang muslim, tujuan hidupnya adalah ibadah dan cita-cita hidupnya ridlo Allah.

Ramadhan juga telah mengistirahatkan kerja organ biologis kita untuk sementara waktu dengan berpuasa mulai fajar sampai maghrib, agar nafsu kita terbiasa dalam mengendalikan makanan, minuman, hubungan biologis yang tidak halal. Keserakahan hidup biasanya diawali dari keserakahan dalam mengkosumsi tiga hal di atas, kemudian akan menjelma menjadi keserakahan jabatan, politik, eksploitasi lingkungan.

Allahu akbar 3X wa lillahil hamd

Kaum muslimin dan muslimat yang dirahmati Allah SWT. Berkurangnya beban hidup dan tekanan batin, pasca menjalani terapi puasa dan qiyamullail sebulan penuh, akan menjadi semakin sempurna dengan kehadiran hari raya Idul Fitri seperti pada hari ini. Perayaan Idul fitri/lebaran ini sungguh merupakan hiburan murah dan obat gratis untuk menyembuhkan segala derita kita selama ini. Lebaran mampu menyatukan anggota keluarga yang sebelumnya bercerai-berai. Lebaran dapat mengobati kerinduan orang tua pada anak-anaknya. Lebaran memberi kesempatan bagi anak untuk mencurahkan baktinya yang terbaik pada orangtua, baik saat beliau masih hidup maupun setelah meninggal.

Lebaran mengingatkan kita semua pada masa lalu yang indah bersama keluarga di kampung kelahiran yang sederhana dan bersahaja, sekaligus mengingat kembali pengorbanan dan jasa-jasa keluarga yang mengantarkan kita menjadi sukses seperti sekarang ini. Semua itu pasti mendatangkan keberkahan umur dan kemudahan rizki, sebagaimana sabda Rasulullah:

مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ رِزْقُهُ ، أَوْ يُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَه . رواه البخاري

Barang siapa yang ingin rizkinya diluaskan dan umurnya dipanjangkan maka bersilaturrahimlah.

Demi mengejar kemuliaan lebaran tersebut, sebagian saudara kita rela berdesak-desakan di dalam kendaraan yang bising dan pengap, sambil membawa tentengan tas yang berat. Bagi mereka, kondisi semacam itu tidak jadi soal, bahkan resiko perjalanan pun telah siap mereka terima. Harta bisa dikejar kapan saja, tapi momen untuk memadu kasih bersama keluarga di hari lebaran adalah sebuah dambaan yang tidak mungkin ditunda ataupun diganti.

Dengan kehadiran Ramadhan dan dikuti oleh hari raya Idul Fitri, kekeringan jiwa sudah mulai tersegarkan oleh tetesan embun ilahiyah, ruang-ruang hampa dalam tubuh kita, juga sudah mulai terisi, yaitu ruang sosial, ruang historis, ruang spiritual, ruang psikis dan biologis.

Allahu akbar 3X wa lillahil hamd

Kaum muslimin dan muslimat yang dirahmati Allah SWT Mari kita bertekad untuk menciptakan nuansa Ramadhan dalam kehidupan sehari-hari kita, mari kita tradisikan qiyamullaili karena ia adalah senjata pamungkas kita guna menghadapi kegalauan hidup. Melalui Ramadhan kita telah dilatih untuk berperilaku takwa secara permanen dan istiqamah, bukan dilatih untuk meninggalkannya setelah bulan berganti. Allah adalah tuhan kita di siang dan malam, disini dan disana, dulu dan sekarang, di dalam dan di luar Ramadhan.

Karenanya kita harus beristiqamah dalam ibadah, dalam al-Quran Allah berjanji:

إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ . فصلت :30

“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan tuhanku adalah Allah, kemudian mereka beristiqamah, maka para malaikat akan turun pada mereka seraya mengatatakan, janganlah kalian taku dan sedih, bergembiralah dengan surga yang telah dijanjikan untuk kalian”.

Itulah inti hidup yang harus kita pertahankan, agar ketenangan dan kualitas hidup menjadi milik kita. Amin. Terakhir, kita semua berharap semoga Allah, dengan agungnya ampunan-Nya, menjadikan ruh dan jiwa kita kembali fitrah, kembali suci dari segala dosa seperti saat kita terlahir di dunia ini, Ya Allah kalau engkau menghadirkan kami di dunia dalam kondisi fitrah, kami mohon ketika suatu saat kami berpulang juga pulangkan kami dalam keadaan fitrah.

Ya Allah beri kami kesempatan lagi untuk berjumpa dengan Ramadhan pada tahun-tahun mendatang, agar kami menikmati indahnya Ramadhan.

أعوذُ باللهِ مِنَ الشيْطانِ الرَّجِيْمِ قَدْ أفْلَحَ مَنْ تَزَكَّىْ وَذَكَرَ اسْمَ رَبِّهِ فَصَلَّى ، جَعَلَنَا اللهُ وَإيَّاكُمْ مِنَ الْعَائِدِيْنَ وَالْفَائِزِيْنَ وَأدْخَلَنَا وَإيَّاكُمْ فِيْ عِبَادِهِ الصَّالِحِيْنَ وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ وَاسْتَغْفِرُوْهُ إنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

الخطبة الثانية

اللهُ أكْبَرُ اللهُ أكْبَرُ اللهُ أكْبَرُ اللهُ أكْبَرُ اللهُ أكْبَرُ اللهُ أكْبَرُ اللهُ أكْبَرُ

الْحَمدُ للهِ حَمْداً كَثِيْراً طَيِّباً مُبَاركَاً فِيْهِ كَمَا يُحِبُّ رَبُّنَا وَيَرْضَى، وَأشْهَدُ أنْ لاَ إلَهَ إلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأشْهَدُ أنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، أمَّا بَعْدُ: فَيَا أيُّهَا النَّاسُ، اِتَّقُوا اللهَ تَعَالَى حَقَّ التَّقْوَى. وَاعْلَمُوْا أنَّ اللهَ أمَرَكُمْ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَنَّى بِمَلاَئِكَتِهِ الْمُسَبِّحَةِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعَالى إنَّ اللهَ وَمَلائِكَتِهِ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِيِّ يَا أيُّها الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا ، الَّلهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا وَشَفِيْعِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلىَ آلِهِ وَأصْحَابِهِ أجْمَعِيْنَ وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ سَيِّدِنَا أبي بَكْرِ نِ الصِّدِّيْقِ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ وَعَنْ كُلِّ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ إلىَ يَوْمِ الدِّيْنِ وَعَلَيْنَا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ ، الَّلهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الأحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأمْوَاتِ إنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ يَا قَاضِيَ الحْاَجَاتِ بِرَحْمَتِكَ يَا أرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.


HADITS TENTANG FADLILAH BULAN SYA’BAN

HADITS TENTANG FADLILAH BULAN SYA’BAN
(dalam kitab Abwabul-Faraj. Karya ad-Doktor as-Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki al-Makki al-Hasani)

1. Dari ‘Aisyah RA, sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda, “Jibril AS datang padaku seraya berkata, ‘Malam ini adalah malam pertengahan bulan Sya’ban (nishfu sya’ban). Pada malam ini Allah memerdekakan hamba-Nya dari neraka sebanyak bulunya anjung kikik, kecuali 1. Orang musyrik, 2. Orang yang saling membenci dan memusuhi, 3. Orang yang memutuskan hubungan silaturrahim, 4. Orang yang menyeret/menurunkan pakaiannya sampai ke tanah (sombong), 5. Orang yang berani kepada kedua orang tua, 6. Orang yang selalu minum minuman keras. (HR. Imam Baihaqi)

2. Dari Abdullah bin ‘Amr radliyallahu anhuma, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Pada malam pertengahan bulan Sya’ban (nishfu Sya’ban) Allah SWT menghadap makhluk-Nya dan mengampuni hamba-Nya kecuali dua orang, 1. Orang yang saling membenci dan memusuhi, 2. Orang yang membunuh.” (HR. Imam Ahmad)

3. Dari ‘Aisyah RA, ia berkata, “Pada suatu malam Rasulullah SAW shalat dengan memanjangkan sujudnya hingga aku menyangka bahwa Nabi telah meninggal. Kemudian aku berdiri mendekati Nabi dan menggerak-gerakkan jempol kakinya, ternyata Nabi masih hidup. Dalam sujud itu mendengar Nabi berdoa:

اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُـوْذُ بِعَفْوِكَ مِنْ عِقَـابِكَ، وَأَعُوْذُ بِرِضَـاكَ مِنْ سَخَطِكَ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْكَ إِلَيْـكَ، لاَ أُحْصِى ثَنَاءً عَلَيْكَ أَنْتَ كَمَا أَثْنَيْتَ عَلَى نَفْسِكَ.

Setelah melakukan shalat, beliau berkata padaku, “Wahai ‘Aisyah, wahai merah delima, apakah kamu menyangka bahwa Nabi SAW telah melukaimu?”
Aku menjawab, “Wallahi, tidak ya Rasulullah, akan tetapi aku menyangka engkau telah meninggal sebab sujudmu yang lama sekali.”
Nabi bertanya, “Apakah kamu mengerti malam apakah ini?”
“Allah dan rasul-Nya yang lebih mengerti,” jawabku.
Nabi berkata, “Malam ini adalah malam pertengahan bulan Sya’ban (nishfu Sya’ban). Pada malam ini Allah menghadap hamba-Nya dan mengampuni orang-orang yang minta ampun, memberikan rahmat kepada orang-orang yang minta rahmat, dan mengakhirkan orang-orang yang dendam.” (HR. imam Baihaqi)

4. Diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib dari Nabi SAW, beliau berkata, “ketika malam nishfu sya’ban telah datang, maka shalatlah pada malamnya, puasalah di siang harinya, karena pada saat matahari terbenam Allah SWT ‘turun’ ke langit bumi seraya berfirman: "ingatlah, orang yang minta ampun, akan Aku ampuni. Ingatlah, orang yang minta rezeki, akan Aku beri rezeki. Ingatlah, orang yang kena cobaan, akan Aku beri kesembuhan dan seterusnya…hingga terbitnya fajar".

Teka - Teki Imam Ghazali

Wahai sobat renungkan pesan dari Imam Al-Ghazali ketika berkumpul dengan murid-muridnya dan kemudian beliau memberikan pertanyaan teka-teki…
Imam Ghazali : “Apakah yang paling dekat dengan diri kita di dunia ini?”
Murid 1 : Orang tua
Murid 2 : Guru
Murid 3 : Teman
Imam Ghazali : Semua jawaban itu benar. Tetapi yang paling dekat dengan kita ialah MATI. Sebab itu adalah janji Allah SWT bahwa setiap yang berjiwa pasti akan merasakan mati (Surah Ali-Imran : 185).

Imam Ghazali : “Apa yang paling jauh dari kita di dunia ini?”
Murid 1 : Negeri Cina
Murid 2 : Bulan
Murid 3 : Matahari
Iman Ghazali : Semua jawaban itu benar. Tetapi yang paling benar adalah MASA LALU. Bagaimanapun kita, apapun kendaraan kita, tetap kita tidak akan dapat kembali ke masa yang lalu. Oleh sebab itu kita harus menjaga hari ini, hari esok dan hari-hari yang akan datang dengan perbuatan yang sesuai dengan ajaran Agama.

Imam Ghazali : “Apa yang paling besar di dunia ini?”
Murid 1 : Gunung
Murid 2 : Matahari
Murid 3 : BumiI
Imam Ghazali : Semua jawaban itu benar, tapi yang besar sekali adalah HAWA NAFSU (Surah Al A’raf : 179).“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahanam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah SWT) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah SWT), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah SWT). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai”.

Imam Ghazali : “Apa yang paling berat di dunia?”
Murid 1 : Baja
Murid 2 : Besi
Murid 3 : Gajah
Imam Ghazali : Semua itu benar, tapi yang paling berat adalah MEMEGANG AMANAH (Surah Al-Azab : 72).
“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat[*] kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh”.
[*]: Yang dimaksud dengan amanat di sini ialah tugas-tugas keagamaan.
Tumbuh-tumbuhan, binatang, gunung, dan malaikat semua tidak mampu ketika Allad SWT meminta mereka menjadi khalifah (pemimpin) di dunia ini. Tetapi manusia dengan sombongnya berebut-rebut menyanggupi permintaan Allah SWT sehingga banyak manusia masuk ke neraka karena gagal memegang amanah.

Imam Ghazali : “Apa yang paling ringan di dunia ini?”
Murid 1 : Kapas
Murid 2 : Angin
Murid 3 : Debu
Imam Ghazali : Semua jawaban kamu itu benar, tapi yang paling ringan sekali di dunia ini adalah MENINGGALKAN SHOLAT. Gara-gara pekerjaan kita atau urusan dunia, kita tinggalkan sholat.

Imam Ghazali : “Apa yang paling tajam sekali di dunia ini?”
Murid-murid dengan serentak menjawab : Pedang
Imam Ghazali : Itu benar, tapi yang paling tajam sekali didunia ini adalah LIDAH MANUSIA. Karena melalui lidah, manusia dengan mudahnya menyakiti hati dan melukai perasaan saudaranya sendiri.

Keluarga Sufi

Di sebuah majlis, seorang kyai sufi sedang menerima tamu para kyai dan ulama dari Jawa Timur. saat mereka duduk bersila, melingkari seluruh ruangan rumah kyai itu, tiba tiba datang seorang bocah perempuan kecil berlari lari menuju pelukan sang kyai. sang kyai kemudaian memberi isyarat dengan mengangkat kepalanya, sembari mengangguk anggukan. " Ayah! bagaimana sih ayah ini, dada saya berbunyi terus lho, ayah.! kok ayah terus mengangguk angguk" tanya anak ini.
Sang kyai yang tadi dipanggil ayah, lalu menjelaskan kepada para ulama dan kyai yang sedang berada dalam majelis itu, kenapa ia menganggukkan kepalanya dan diprotes oleh puterinya.
" itu tadi puteri saya. dia protes kepada saya. kala dalam dadanya terus berbunyi?"
"maksudnya berbunyi apa kyai?" tanya salah satu kyai diantara mereka.
"itu tadi bunyi Allah . . .Allah . . . Allah." jawab sang kyai datar.
Mendengar jawaban seperti itu, para kyai tampak musykil. Ada kejanggalan yang tak terduga namun mereka tak satupun yang berani bertanya kepada kyai yang sufi itu.
Tapi tiba tiba salah seorang diantara mereka ada yang memberanikan diri. "Maaf kyai, kenapa kyai mengajarkan tarekat kepada anak kecil? bukanklah memasuki dunia sufi itu harus sudah mencapai usia 40 tahun?"
"Lho menurut Rasulullah : uthlubul 'ilma minal mahdi ilal lahdi..."(carilah ilmu mulai dari ayunan hingga liang lahat...)kan tidak salah kalau saya mengajari dzikir anak anak saya sejak kecil, bahkan sejak dalam kandungan." jawab sang kyai.
Para kyai dan ulama itu manggut manggut. Problem yang mengganjal itu jkadi selesai. Tapi mereka terus bertanya tanya, betapa hebatnya kyai itu mendidik puteras puterinya, sejak balita  sudah berdzikir. mereka ingin menanyakan resepnya agar putera puetri merka pun bisa seperti itu. Tapi mereka sendiri terasa segan. Akhirnya sang kyai sufi itu malah mengungkapkan resepnya.
"Mau bertanya soal bagaimana cara membangun anak anak seperti itu saja kok sungkan."Sindir kyai itu dan mereka pun tertawa gerr...
"Ya, anak anak saya semuanya seperti itu. Anak saya kata orang orang banyak yang aneh aneh. Semuanya bisa melihat isi hati orang, melihat hal hal yang metafisis dasn semuanya berdzikir sejak bayi...Tapi semuanya saya tutup agar mnereka tidak bangga diri. Saya tidak senang kalau anak saya dikultuskan." Kata kyai sufi itu.
Mereka tambah penasaran. sebab, sang kyai belum menjelaskan bagaimana resepnya, sehingga anak anak bisa seperti itu.
"Kalau anda bisa beribadah, semata ibadah itu bukan karena ikhtiar anda, tapi anugerah Allah. tapna anugerah Allah anda tidak bisa beribadah. Jika berbuat dosa maka bersegeralah tobat, jangan ditunda. Jika anda mendapat nikmat, segeralah bersyukur, jangan ditunda. Begitu pula jika mendapat cobaan, maka bersabarlah. Tidak ada jaslan lain kecuali bersabar lebih dahulu."
 "Kalau kita hendak berhubungan suami isteri kita harus punya Wudhu, shalat dulu lalu selama berhubungan hati anda harus terus menerus berdzikir kepada Allah sampai tuntas. jika Allah menakdirkan saat itu akan muncul seorang putera, maka putera puterimu akan terus berdzikir."

Pacaran dalam Perspektif Islam

 Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, (Q.S: Ali Imran; 14) 

Demikian pernyatan Al Quran atas sebuah fitrah yang mendasar (fundamental) pada diri manusia, yakni kecintaan pada wanita. Demikian halnya sebaliknya, wanita pun punya kecendrungan pada lawan jenisnya. Yang jelas fitrah tesebut merupakan realitas yang tak terbantahkan oleh siapapun.
Bila kita amati kondisi sosial di sekitar kita, terlihat sebuah fakta akan mudahnya akses pertemuan dua jenis berbeda anak manusia, laki-laki dan wanita. Masing-masing dapat memandang antara satu dengan yang lainnya. Moment ini akan dapat berlanjut pada babak berikutnya. Bagi yang teguh prinsipnya, konsisten terhadap norma-norma agama, akan membatasi diri sebagai langkah preventif dari hal-hal negatif yang berkelanjutan teringat pesan agama. 

قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ (30) وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ [النور : 30 ، 31] 

Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih Suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat". Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya,…”(Q.S: An Nur; 30-31) 

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- لِعَلِىٍّ « يَا عَلِىُّ لاَ تُتْبِعِ النَّظْرَةَ النَّظْرَةَ فَإِنَّ لَكَ الأُولَى وَلَيْسَتْ لَكَ الآخِرَةُ ». (رواه ابى داود والترمذى وأحمد)

Rosulullah berkata pada Ali: “Hai Ali !! janganlah kau perturutkan satu pandangan kepada pandangan lain, karena sesungguhnya buatmu adalah yang pertama (tiba-tiba), dan bukan yang berikutnya” (H.R: Abi Dawud, At Turmudzi, dan Ahmad)
Sedangkan bagi individu yang terbuai dengan kesenangan nafsunya, maka dari perjumpaan tersebut akan berlanjut pada tahapan-tahapan berikutnya. Antara lain; senyuman, sapaan, salam dan bahkan sampai pada terciptanya jalinan atau hubungan khusus diluar pernikahan (pacaran), sebagaimana dituturkan oleh Dr. Yusuf Qordhowi dalam bukunya “al Halal wa al Haram”:

نَظْرَةٌ فَابْتِسَامَةٌ فَسَلامٌ # فَكَلامٌ فَمَوْعِدٌ فَلِقَاءٌ

Permulaannya pandangan, kemudian senyuman, lantas sapaan, berlanjut untaian kata, janjian, dan akhirnya berbuah perjumpaan

Hubungan yang terjalin diantara dua anak manusia dari jenis kelamin yang berbeda dalam ikatan pacaran adalah satu fenomena yang melanda bagi remaja, bahkan orang tua sekalipun (selingkuh), dan saat ini anak-anak kecilpun tidak ketinggalan. Berpacaran benar-benar telah menggejala pada tunas-tunas bangsa tersebut (the next generation). Bila kita renungkan, fenomena ini kurang lebihnya disebabkan oleh pengaruh lingkungan, adanya tayangan atau berita media baik cetak maupun elektronik, terutama televisi dengan tayangan-tayangan sinetron remaja yang kental, syarat dengan aksi-aksi provokatifnya. Realitas semacam itu tidak bisa kita pungkiri ataupun menutup mata darinya. Bila kita beranjak sebentar saja ke tempat-tempat umum semisal; taman, tempat wisata/rekreasi dll. tempat kerja, gedung bioskop, bahkan lembaga pendidikan sekalipun (mohon maaf), akan kita dapati fakta tersebut.
Perlu diketahui dan dimengerti, bawa sebuah fitrah yang terdapat pada diri manusia sebagaimana lahirnya cinta kasih antar lawan jenis sebagai perwujudan (implementasi) dari firman Allah diatas (Q.S: Ali Imran; 14), secara substansial tidaklah dihalangi oleh Islam, karena itu merupakan fitrah manusia bahkan fitrah semua makhluq hidup.
Cinta kasih sendiri bagi manusia merupakan dorongan naluri sejak kecil dan menjadi kebutuhan setelah dewasa, bersikap anti pati ataupun membendung perasan tersebut adalah sebuah langkah yang akan sangat menyulitkan. Akan tetapi melepasnya tanpa kendali juga dapat mengakibatkan timbulnya bahaya yang tidak kecil. Karena itu agama memberi tuntunan jika ada yang bercinta kasih dengan lawan jenisnya, maka hendaklah dimaksudkan untuk bertujuan menjalin ikatan yang resmi (halal) yakni pernikahan, hidup berumah tangga.
Dan tentunya jika masing-masing memang benar-benar memiliki cinta yang tulus, konsisten dengan norma-norma agama, moral dan susila, maka tidak akan terjadi tidakan tindakan negatif yang bertentangan dengan norma-norma tersebut, sebagaimana hamil di luar nikah, bermesraan ditempat sepi atau ramai, sentuhan, ciuman dll. Nabi Muhammad Shollallâhu 'Alaihi wa Sallam bersabda:

قالَ لَنَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ ». (رواه مسلم)

Wahai para pemuda kawinlah kamu jikalau telah mampu, karena nikah adalah paling mujarab dalam menjaga pandangan (di hadapan kaum wanita) dan dalam menjaga kesucian. Dan yang tidak bisa melaksanakannya (tidakmampu kawin) hendaklah berpuasa karena puasa itu mengekang nafsu ” (H.R: Muslim)

Pengertian Pacaran
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata pacar didefinisikan dengan: teman lawan jenis yang tetap dan mempunyai hubungan berdasarkan cinta kasih. Bila demikian maka perlu diketahui bahwa islam tidak menghalangi lahirnya cinta kasih antar lawan jenis karena itu adalah fitrah manusia bahkan fitrah semua makhluq hidup, demikian komentar Dr. Quraish Sihab atas definisi tersebut.
 Kencendrungan cinta kasih yang terdapat pada selain manusia, sebagaimana dijelaskan oleh Dr. Adnan Zurzur dkk. dalam buku “Nidzam al Usrah fi al Islam” hanya sebatas menjaga kelangsungan (eksistensi) jenis populasinya (kelompoknya). Sedangkan kecendrungan cinta kasih pada diri manusia, tersimpan hikmah yang agung tidak hanya sebatas menjaga kelangsungan populasi manusia. Masing-masing laki-laki dan wanita senantiasa memiliki kecendrungan pada lawan jenisnya, dikarenakan pada diri mereka tersusun unsur-unsur yang dapat menyebabkan timbulnya daya tarik dan simpatik, kecintaan pada lawan jenis.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala, menjadikan kecendrungan cinta kasih pada manusia untuk sebuah tujuan yang sangat mulia, yaitu agar mereka menjadi komunitas yang maju (progresif, madani) serta berperadaban. Ikatan yang terjalin antara pasangan suami istri tidak cuma sebatas pelampiasan syahwat biologis (seksual), bahkan terdapat ikatan batin serta rohani (spiritual) yang sungguh luar biasa. Subhanallah, Allah berfirman: 

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ (21) [الروم : 21]

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (Q.S: Ar Ruum; 21)

Namun benar-benar memprihatinkan sekali, fenomena berpacaran yang melanda para remaja, anak-anak dan orang dewasa lebih mengarah pada memperturutkan nafsu belaka. Mula-mula diawali dengan yang ringan-ringan semisal; sendau gurau, kirim surat, pesan singkat (SMS). Dan lama-kelamaan akan melangkah lebih intensif lagi seperti berkencan, bermesraan di tempat sepi bahkan di keramaian sekalipun. Dan yang paling menyedihkan lagi adalah puncak dari kesemuanya itu yakni perzinahan, Naudzubillah.
Tidakkah bola salju yang terus menggelinding akan semakin cepat berputarnya dan semakin besar pula bongkahannya? Kobaran api yang membara, yang melalap rumah-rumah warga desa tadinya merupakan sepercik api kecil yang ditiup oleh angin. Demikian halnya sepasang insan yang dibuai oleh keasyikan berpacaran, semakin sering bermesraan semakin besar pula bahaya yang diakibatkan. Sebagaimana diungkapkan oleh bait-bait syair berikut: 

وَكَاذِبُ الْفَجْرِ يَبْدُو قَبْلَ صَادِقِهِ# وَأَوَّل غَيْثٍ قَطْرَةٌ ثُمَّ يَنْسَكِبُ
 وَكَـذَاكَ عِشْقُ الْعَاشِقَيْنِ الهَوَى# بِالْمَزْحِ يَبْدُووَبِالْإِذْمَانِ يَلْتَهِبُ

Fajar kadzib muncul sebelum fajar shodiq, hujan deras awalnya adalah rintik-rintik
Demikian halnya kerinduan orang yang dimabuk asmara, awalnya adalah gurauan yang berlanjut pada kobaran api cinta.

Syech Ali at Thontowi seorang penulis produktif sekaligus da'i yang masyhur, pernah menulis pesan pada putrinya, yang selanjutnya beliau publikasikan dalam buku “Ya Binty wa Ya Walady / kepada putra-putriku ”:
Tidak akan ada seorang pria melontarkan senyumanya kepadamu, berbicara dengan lembut dan merayu, memberikan bantuan dan pelayanan kepadamu, kecuali akan ada maksud-maksud tertentu. Setidak-tidaknya isyarat bagi dirinya bahwa itu adalah langkah awal. Apa sesudah itu wahai putriku? Renungkanlah ! kalian berdua, bersama-sama berkencan, menikmati kelezatan yang hanya sebentar kau rasakan ……… sesudah itu, dia lupa dan pergi meninggalkan kamu. Dan engkau? …… sungguh akan merasakan pahitnya dari pertemuan yang sebentar itu untuk selama-lamanya”. Selanjutnya beliau menuliskan: “Coba anda renungkan, apakah pantas disamakan lezatnya berhubungan yang sebentar rasanya itu dengan penderitaan-penderitaan anda? Apakah pantas, harga kegadisan anda dibayar begitu murah dan penderitaan anda setelah itu ditebus dengan harga begitu mahal”?....

Sebagian orang yang berpacaran berargumentasi bahwa jalinan yang mereka ciptakan adalah bentuk penjajakan guna mencari partner yang ideal dan serasi bagi masing-masing pihak. Tapi dalam kenyataannya, masa penjajakan itu tidak lebih dimanfaatkan sebagai pengumbaran nafsu syahwat semata, dan bukan bertujuan untuk secepatnya melaksanakan pernikahan.
Dalam hal ini, Ibnu Qayyim al Jauziyyah (691-751 H = 1292-1350 M), seorang cendekiawan muslim sejati disamping pula seorang pakar dengan multi disiplin ilmu, memaparkan pendapatnya bahwa: “Hubungan intim tanpa pernikahan adalah haram dan merusak cinta. Malah cinta diantara keduanya akan berakhir dengan sikap saling membenci dan bermusuhan, karena bila keduanya telah merasakan kelezatan dan cita rasa cinta, tidak boleh tidak akan timbul keinginan lain yang tidak diperoleh sebelumnya”. Demikian pandangan Ibnu Qayyim tentang pacaran seperti dikutip oleh Abdurrahman al Mukaffi dalam bukunya “Pacaran Dalam Kaca Mata Islam”.
Apapun bentuk dari hubungan intim diluar ikatan pernikahan, dinilai agama sebagai jalinan yang yang terlarang (haram). Meski sudah dilamar/pinang (khitbah) sekalipun, hubungan resmi belum terwujud. Karena lamaran cuma sebatas muqaddimah yang lebih bersifat pendahuluan dan pengenalan. Jadi, larangan-larangan (keharaman) yang berlaku sebelum lamaran masih tetap berlaku setelahnya, hingga benar-benar sudah ada ijab qobul (aqad nikah). Dalam prosesi lamaran yang diperbolehkan hanya melihat wajah dan kedua telapak tangan. Ketentuan ini sebagaimana termaktub dalam formulasi kitab-kitab Fiqih (yurispruden islam).
Pesan-Pesan Agama
Berpacaran sebagaimana disinggung oleh Abdurrahman al Mukaffi terdiri dari tiga tahapan:
* Perjumpaan pertama
*Pengungkapan diri
* Dan pembuktian
Dan selama proses tersebut berjalan, tentunya tidak sedikit hal-hal yang tidak sejalan (kontradiktif) dalam arti diharamkan oleh agama, sehingga memperkuat dari keharaman berpacaran. Dapat disebutkan di sini diantaranya adalah: memperturutkan hawa nafsu (syahwat), pandangan yang diharamkan agama, sentuhan, bermesraan di tempat sepi, perzinahan dll.
Ada baiknya kami sebutkan dalam tulisan ini beberapa pesan agama (dalil-dalil), berupa ayat-ayat Al Qur'an serta hadis Nabi yang kiranya dapat dijadikan bahan kajian serta renungan, sehingga selanjutnya diamalkan (implementasi) dalam kehidupan sehari-hari, sehingga dapat menuntun kita kejalan yang lurus dan diridhai Allah Subhanahu Wa Ta'ala , serta menjadikan diri kita termasuk dari golongan hamba-hamba-Nya yang benar-benar bertaqwa.
  1. Kecaman Allah Subhanahu Wa Ta'ala terhadap orang-orang yang memperturutkan hawa nafsunya:
  2.  
أَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ أَفَأَنْتَ تَكُونُ عَلَيْهِ وَكِيلًا (43 أَمْ تَحْسَبُ أَنَّ أَكْثَرَهُمْ يَسْمَعُونَ أَوْ يَعْقِلُونَ إِنْ هُمْ إِلَّا كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ سَبِيلًا (44) [الفرقان : 43 ،44] 

Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya. Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya?Atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami. mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu).”(Q.S. Al Furqan; 43-44)

  1. Larangan berzina serta perbuatan-perbuatan yang dapat menghantarkan pada perzinahan:
  2.  
ولا تقربوا الزنا إنه كان فاحشة وساء سبيلا 

Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk. ” (Q.S. Bani Israil; 32)
  1. Perintah menjaga pandangan dari hal-hal yang di haramkan: 
  2.  
قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ (30) وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ [النور : 30 ، 31] 

Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih Suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat". Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya,…… ”(Q.S. An Nuur; 30-31)
  1. Macam-macam perzinahan yang dilarang agama:
  2.  
كُتِبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ نَصِيبُهُ مِنَ الزِّنَى مُدْرِكٌ ذَلِكَ لاَ مَحَالَةَ فَالْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظَرُ وَالأُذُنَانِ زِنَاهُمَا الاِسْتِمَاعُ وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلاَمُ وَالْيَدُ زِنَاهَا الْبَطْشُ وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْخُطَا وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ وَيُكَذِّبُهُ (رواه مسلم عن أبى هريرة)

Telah tertulis atas anak Adam bagiannya dari hal zina. Ia akan menemuinya dalam hidupnya, dan tiada terhindarkan. Zina mata adalah melihat, zina telinga adalah mendengar, zina lidah adalah berkata, zina tangan adalah menyentuh, zina kaki adalah berjalan, zina hati adalah keinginan dan berangan-angan, dibenarkan hal ini oleh kelaminnya atau di dustakannya.”(H.R. Muslim dari Abi Hurairah)

  1. Larangan berdua di tempat yang sepi:
  2.  
قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ، فَلاَ يَخْلُوَنَّ بِامْرَأَةٍ لَيْسَ مَعَهَا ذُو مَحْرَمٍ مِنْهَا ، فَإِنَّ ثَالِثَهُمَا الشَّيْطَان 

Rosulillah Shollallâhu 'Alaihi wa Sallam bersabda:.dan barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, janganlah ia bersunyi sepi berduaan dengan wanita yang tidak didampingi muhrimnya, sebab bila demikian setanlah yang menjadi pihak ketiganya. ” (H.R. Ahmad)

Betapapun mengekspresikan perasan cinta kasih dengan berpacaran seperti muda-mudi saat ini sangatlah kontras dengan norma-norma agama. Dan hal ini bukan berarti bahwa agama tidak merespon sama sekali terhadap kebutuhan cinta kasih yang menjadi fitrah manusia tersebut, akan tetapi agama cukup bijak (hikmah) dalam mengambil sikap, dan pernikahan adalah satu-satunya alternatif untuk mengakomodir fitrah cinta kasih ini. Mengumbar nafsu syahwat dengan berpacaran adalah merupakan pilihan yang tidak tepat bagi insan yang beragama dan berakal sempurna. Dikarenakan dengan mengumbar nafsu tersebut berarti mengingkari nikmat aqal. Jadi, tepatlah bila orang yang memperturutkan hawa nafsunya lebih hina dari pada binatang (al Furqan,44). Topik tulisan ini memang cukup sensitif sekali, dan tiada dimaksudkan untuk menyudutkan siapapun. Tetapi berangkat (inspirasi) dari perintah untuk mengatakan kebenaran, saling nasehat menasehati dan mengingatkan sesama muslim, maka kami goreskan tinta pena ini. Tidakkah agama Islam adalah agama nasehat?? dan semua manusia dalam kerugian selain yang beriman, berbuat baik (amal sholih) dan saling berwasiat atas kebenaran dan kesabaran (al 'Ashr, 03) ??? Dewasa ini banyak sekali kemaksiyatan disekitar kita yang kita biarkan begitu saja. Bahkan boleh jadi, kita tidak mengerti kalau hal itu merupakan maksiyat. Hal ini kurang lebih disebabkan lemahnya kecemburuan (ghirah) kita atas norma ataupun ajaran agama yang kita miliki, disamping kurang intens dalam mempelajari, dan mengamalkannya (implementasi) dalam kehidupan sehari-hari. Semoga tulisan ini bermanfa'at sebagai bahan intropeksi (muhasabah) bersama, dan motifator untuk lebih mendalami ajaran agama, amien. [Wallahu A'lam]
[source]

Berbakti Pada orang Tua Yang Sudah Meninggal

Apa ada amal (kegiatan) yang termasuk birrul walidain (berbakti kepada kedua orang tua), saat orang tua sudah meninggal dunia? Sesuai dengan Hadist Rasullah SAW yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, amal tersebut ada.

عَنْ أَبِي أُسَيْدٍ مَالِكِ بْنِ رَبِيعَةَ السَّاعِدِيِّ، قَالَ: بَيْنَا نَحْنُ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِذْ جَاءَهُ رَجُلٌ مِنْ بَنِي سَلَمَةَ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، هَلْ بَقِيَ مِنْ بِرِّ أَبَوَيَّ شَيْءٌ أَبَرُّهُمَا بِهِ بَعْدَ مَوْتِهِمَا؟ قَالَ: «نَعَمْ الصَّلَاةُ عَلَيْهِمَا، وَالِاسْتِغْفَارُ لَهُمَا، وَإِنْفَاذُ عَهْدِهِمَا مِنْ بَعْدِهِمَا، 
 وَصِلَةُ الرَّحِمِ الَّتِي لَا تُوصَلُ إِلَّا بِهِمَا، وَإِكْرَامُ صَدِيقِهِمَا» [سنن أبي داود: 4/335]

Hal ini disampaikan oleh KH Sulthon Abdul Hadi, pengasuh PP BahrulUlum Tambakberas Jombang serta menantu KH Abdul fattah Hasyim, dalam sambutan atas nama keluarga dalam peringatan Haul KH Abdul Fattah Hasyim ke 37 pada Kamis (21/03) di halaman rumah Pondok Pesantren Putri Alfathiiyyah.

Lebih lanjuta,Kiyai Sulthon menyampaikan bahwa, dalam Hadist tersebut dikatakan, amal-amal yang masih bisa dilakukan sebagai kegiatan berbakti kepada orang adalah: 

pertama, berdo’a kepada orang tua yang sudah wafat. Hal ini sesuai juga dengan hadist Nabi Muhammad SAW tentang amal jariyah yang masih mengalir saat seseorang sudah meninggal.

Kedua, memintakan ampunana kepada Allah SWT bagi kedua orang tua.

Ketiga, melaksanakan janji yang pernah dilontarkan oleh kedua orang tua yang belum terlaksana,saat kedua orang tua masih hidup.

Keempat, menyambung tali silaturrahim dengan keluarga, yang tidak bisa dilakukan kecuali lewat jalur kekeluargaan orang tua. yang terakhir,menghormati teman-teman kedua orang tua saat masih hidup
[source]

10 Alasan Pentingnya Memperingati Maulid Nabi SAW

Dalam bukunya Kalimatun Hadi’atun fil Bid’ah, Kalimatun Hadi’atun fil Ihtifal bil Maulid, Kalimatun Hadi’atun fil Istighatsah, Dr. Oemar Abdullah Kamil menerangkan beberapa hal yang berhubungan tentang peringatan maulid Rasulullah saw. Ada Sepuluh alasan yang menjadikan pentingnya memperingati Maulid Nabi yaitu:

Pertama, bahwa Allah swt memberkati dan mengagungkan hari dan tanah kelahiran para nabi. Apalagi hari kelahiran Rasulullah saw. Oleh karena itu sudah sepantasnya kita sebagai umat Rasulullah memuliakan hari kelahirannya.  Hal ini berdasar pada kisahkan dalam sebuah hadits yang dinukil oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari jilid VII bahwa ketika dalam perjalanan Mi’raj, Rasulullah saw diperintahkan Jibril shalat dua rekaat di Bethlehem. Setelah Rasulullah saw. selesai shalat, Jibril lalu bertanya “apakah kamu tahu di mana kamu shalat saat itu? Rasulullah saw menjawab “tidak” dan jibril berkata lagi “kamu shalat di Bethlehem tempat kelahiran Nabi Isa”. Demikian potongan hadits tersebut:
 …ثم قال لي انزل فصل فنزلت وصليت فقال لي اتدري اين صليت ؟ فقلت لا، قال صليت في بيت لحم بناحية بيت المقدس، حيث ولد عيسى بن مريم عليه السلام ثم ركبت فمضينا

Hadits di atas membuktikan betapa Allah dan Rasul-Nya menghormati tanah kelahiran Nabi Isa as sebagai Nabi Allah swt. Sekaligus juga menunjukan kesadaran beliau akan arti sebuah sejarah bagi kehidupan umat manusia.
Demikian pula Allah swt merahmati hari hari kelahiran Nabi Isa dengan kesejahteraan sebagaimana temaktub dalam surat Maryam ayat 33.

وَالسَّلامُ عَلَيَّ يَوْمَ وُلِدْتُ

Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari aku dilahirkan (Maryam: 33)
Jikalau Allah swt memberkati hari kelahiran Nabi Isa as, bukankah berarti hari kelahiran Rasulullah saw lebih diberkati dan dilimpahi kesejahteraan? Sesungguhnya semua hari itu sama, diciptakan dan ditentukan oleh Allah swt, oleh karenanya Ia berhak memuliakan dan meng-istimewakan hari-hari pilihan-Nya. Hal ini dapat dibuktikan dalam beberapa ayat dalam al-Qur’an dimana Allah  dengan tegas menentukan nilai dari hari-hari (ayyam) tersebut. Diantaranya dalam Surat Ibrahim ayat 5 dan al-Jatsiyah ayat 14

وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا مُوسَى بِآياتِنَا أَنْ أَخْرِجْ قَوْمَكَ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ وَذَكِّرْهُمْ بِأَيَّامِ اللَّهِ

Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Musa dengan membawa ayat-ayat Kami, (dan Kami perintahkan kepadanya): “Keluarkanlah kaummu dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dan ingatkanlah mereka kepada hari-hari Allah” (Ibrahim: 5)

 قُلْ لِلَّذِينَ آمَنُوا يَغْفِرُوا لِلَّذِينَ لَا يَرْجُونَ أَيَّامَ اللَّهِ لِيَجْزِيَ قَوْمًا بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ

Katakanlah kepada orang-orang yang beriman hendaklah mereka memaafkan orang-orang yang tiada takut hari-hari Allah karena Dia akan membalas sesuatu kaum terhadap apa yang telah mereka kerjakan (al-Jasiyah: 14).
Kedua pentingnya memperingati maulid Nabi adalah bertolak dari kisah Abu Lahab, paman Rasulullah saw yang memerdekakan budaknya bernama Tsuwaibah al-Aslamiyyah pada hari kelahiran Rasulullah saw. Begitu girangnya Abu Lahab atas kelahiran keponakannya yang bernama Muhammad saw, sehingga ia memerdekakan Tsuwaibah al-Aslamiyyah yang sekaligus berlaku sebagai orang pertama yang menyusui Muhammad saw.
Walaupun dalam Surat al-Lahab, Allah swt telah memfonisnya sebagai orang yang celaka di dalam neraka, tetapi berkat rasa girangannya semasa hidup atas kelahiran Muhammad saw, ia pun mendapatkan syafaat setiap hari senin dengan merasakan kesejukan. Begitulah di ceritakan oleh Ibnu Katsir dalam kitabnya Bidayah wan Nihayah halaman 272-273.
Cerita Ibn Katsir ini juga termuat dalam hadits shahih bukhari dalam kitab nikah “sesungguhnya Abu Lahab berkata kepada saudaranya Abbas di dalam mimpinya: “sungguh dia telah meringankan penderitaanku setiap hari senin”.
Begitu pentingnya riwayat ini sehingga al-hafidz Syamsyuddin bin Nashiruddin ad-Dimasyqi dalam kitabnya Mawridus Shadi fi Maulidil Hadi menuturkan:
Jikalau seorang kafir ini telah dicela dengan ‘tabbat yada…’ yang kekal di neraka.Telah diringankan setiap hari Senin karena bergembira dengan kelahiran Muhammad. Maka, apa yang kira-kira akan dianugerahkan kepada hamba yang selalu berbahagia dengan kelahiran Rasul-Nya selama hayat hingga meninggal dalam Islam?
Ketiga mengapa harus memperingati hari maulid adalah bahwa Rasulullah saw sendiri mementingkan berpuasa pada hari tersebut. Yaitu setiap hari senin seperti yang diriwayatkan oleh Abi Qatadah dalam Imam Muslim;

عَنْ اَبِيْ قَتَادَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ اْلِاثْنَيْنِ ؟ فَقاَلَ ذَلِكَ يَوْمٌ وُلِدْتُ فِيْهِ وَيَوْمٌ بُعِثْتُ اَوْ اٌنْزلَ عَلَيَّ فِيْهِ

Dari Abu Qotadah r.a, sesungguhnya Rosulululloh SAW ditanya tentang puasa Senin. Maka beliau menjawab : “Hari Senin adalah hari lahirku, hari aku mulai diutus atau hari mulai diturunkannya wahyu”. (HR Muslim)
Sabda ‘yauma wulidtu fihi (itu adalah hari aku dilahirkan)’ adalah kalimat yang menekankan betapa hari tersebut sangatlah berharga bagi Rasulullah saw. sehingga beliau berpuasa di hari itu. Meskipun tidak ada perintah langsung dari Rasulullah mengenai penghormatan tersebut, tetapi bagi umat yang tahu diri tentunya hadits tersebut telah cukup menjadi tanda.
Keempat adalah bahwa Rasulullah saw sangat mementingkan nilai kesejarahan sebuah kejadian. Sebagaimana beliau sadari bahwa waktu tidak mungkin kembali lagi. Manusia hanya bisa mengingat momentum tersebut dan menjadikannya sebagai ‘ibroh’ pelajaran di masa kini dan masa depan.
Oleh karena itulah Rasulullah saw menganjurkan umatnya untuk berpuasa di hari 10  bulan Muharram (asyuro’) untuk memeringati kemenangan Nabi Musa as ata raja Fir’aun. Demikian tersebut dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Abdullah bin Abbas radiyallahu ‘anhu dalam Shahih Bukhari No 1900,

قَدِمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ المَدِيْنَةَ فَرَأَى اليَهُوْدَ تَصُوْمُ يَوْمَ عَاشُوْرَاء فَقَالَ:ماَ هَذَا؟ قَالُوْا هَذَا يَوْمٌ صَالِحٌ هَذَا يَوْمٌ نَجَّى اللهُ بَنِيْ إِسْرَائِيْلَ مِنْ عَدُوِّهِمْ فَصَامَهُ مُوْسَى. قَالَ: فَأَناَ أَحَقُّ بِمُوْسَى مِنْكُمْ. فَصَامَهُ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ

Tatkala Nabi Shallallahu’alaihi wasallam datang ke Madinah beliau melihat orang-orang Yahudi melakukan puasa di hari ‘Asyura. Beliau Shallallahu ‘alaihi wassalam bertanya, “Hari apa ini?”. Orang-orang Yahudi menjawab, “Ini adalah hari baik, pada hari ini Allah selamatkan Bani Israil dari musuhnya, maka Musa ‘alaihissalam berpuasa pada hari ini. Nabi Shallallahu’alaihi wasallam bersabda, “Saya lebih berhak mengikuti Musa dari kalian (kaum Yahudi). Maka beliau berpuasa pada hari itu dan memerintahkan ummatnya untuk melakukannya”. [HR Al Bukhari]
Kesadaran Rasulullah saw atas pentingnya nilai sejarah haruslah kita teladani. Diantara bukti peneladanan tersebut dengan mengadakan peringatan maulid nabi. Karena yang demikian itu sungguh akan mengingatkan kita pada terbitnya ‘cahaya’ yang menginari jagad raya.
Kelima adalah sebuah hadits yang dijadikan landasan oleh as-Suyuthi dalam kitabnya Husnul Maqashid fi ‘Amalil Maulid bahwa sesungguhnya Nabi Muhammad saw mengakikahkan dirinya setelah menerima wahyu kenabian. Padahal telah diriwayatkan bahwa Abdul Muthallib sang paman Rasulullah itu telah mengakikahkannya pada hari ke tujuh setelah kelahirannya, sedangkan akikah tidak perlu diulang dua kali.
Oleh karena itu, menurut As-Suyuthi hadits ini memiliki makna lain bahwa apa yang dilakukan oleh Rasulullah saw merupakan bentuk syukur kepada Allah swt yang telah menciptakannya sebagai rahmat bagi seluruh alam serta penghormatan untuk semua umatnya. Sebagaimana beliau bershalawat atas dirinya sendiri. Oleh sebab itu, kita juga disunnahkan untuk memperlihatkan rasa syukur atas kelahiran Rasulullah saw dengan berkumpul sesama saudara, kawan, member makan fakir miskin serta bentuk-bentuk peringatan lain yang menunjukkan kebahagiaan.
Keenam adalah keterangan dari beberapa hadits yang mengistimewakan hari Jum’at sebagai hari kelahiran Nabi Adam as. hal ini bisa dijadikan qiyas (analogi) kemuliaan hari kelahiran Rasulullah saw. Dalam sunan at-Turmudzi hadits no. 491 Rasulullah saw menyatakan bahwa

خير يوم طلعت فيه الشمس يوم الجمعة فيه خلق أدم

Hari yang paling mulia adalah hari Jum’at, hari diciptakannya nabi Adam.
Begitu juga yang diriwayat an-Nasa’ai dan Abu Daud dengan sanad Sahih bahwa Rasulullah saw bersabda:

إن من أفضل أيامكم يوم الجمعة فيه خلق أدم وقبض وفيه النفخة وفيه الصعقة فأكثروا علي من الصلاة فيه فإن صلاتكم معروضة علي

Sesungguhnya hari yang paling mulia diantara hari-hari kalian adalah hari jum’at. Pada hari itulah Adam diciptakan, diwafatkan, ditiupkan ruh dan dibangkitkan. Maka perbanyaklah shalawat kepadaku (kepada Rasulullah saw) pada hari itu. Sesungguhnya shalawat kalian akan sampai padaku…
Sebenarnya objek kajian dalam dua hadits di atas tidak sekedar keisitmewaan hari Jum’at tetapi momentum yang termuat di dalamnya yaitu hari kelahiran, hari kewafatan dan hari kebangkitan Nabi Adam as sebagai bapak manusia.
Dengan kata lain, kemuliaan dan keagugan itu sama sekali tidak mengacu pada hari itu sendiri. Melainkan pada apa yang pernah terjadi pada hari itu. Dengan demikian, ia bisa diperingati berulang-ulang, baik setiap minggu, atau setiap tahun sebagai wujud rasa syukur kepada Allah ata nikmat yang telah dilimpahkan-Nya. 

Ketujuh yang mengambil pelajaran dari kisah para nabi (Nabi Yahya, Nabi Isa dan Maryam ) yang diceritakan dalam al-Qur’an dengan tujuan meneguhkan hati Rasulullah saw sebagai seorang rasul. Sebagaimana disebutkan dalam surat Hud ayat 120:
Dan semua kisah dari rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu.
Artinya, kisah-kisah Nabi yang diceritakan Allah swt kepada Nabi Muhammad saw dalam al-Qur’an sebenarnya bertujuan untuk menguatkan hati Rasulullah saw. Maka kisah tentang kehidupan Rasulullah saw (sirah nabi) yang disebut-sebut dalam acara maulidurrasul berfungsi sebagai peneguh hati (kita) umatnya. Bukankah hal ini sebuah kebaikan dan perlu dilestarikan?

Kedelapan adalah alasan yang bersifat sosial. Peringatan maulid nabi merupakan wasilah untuk melaksanakan berbagai macam kebaikan, apalagi tradisi masyarakat kita yang selalu melaksanakan bersama-sama.
Secara otomatis hal ini akan menambah syiar agama Islam itu sendiri sebagaimana dengan shalat Jum’at. Dan lebih dari itu perkumpulan ini selalu menuntut berbagai macam kegiatan yang baik-baik. Sebut saja pengajian, majlis ta’lim, berdzikir, bersedekah dan yang pasti adalah membaca shalawat dan menutur cerita kehidupan Rasululllah saw. Seperti yang diperintahkan oleh Allah swt dalam Surat al-Ahzab ayat 56:

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً 

Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikatNya bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu sekalian untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya. (Al-Ahzab: 56) 
Ibnu Katsir dalam tafsirnya menerangkan makna ayat tersebut bahwa Allah swt menunjukkan kepada manusia derajat tingginya Rasulullah saw sehingga Allah swt membacakan shalawat kepadanya. Dan memerintahkan semua manusia dan juga para malaikat untuk bershalawat juga.
Perintah bershalawat kepada Rasulullah saw dan bukanlah sesuatu yang dilarang bahkan Rasulullah saw memperbolehkannya. Demikian yang diceritakan oleh sebuah hadits sebagaimana disebut dalam shahih al-Bukhari yang diriwayatkan oleh Salmah bin al-Akwa’ “kami berperang bersama Rasulullah saw dalam perang Khaibar. Saat itu kami berangkat pada malam hari. Lalu ada seorang lelaki berkata kepada Amir bin Akwa’ “maukah kamu memperdengarkan kepada kami bait-bait syairmu?” Amir adalah seorang penyair. Lalu dia tinggal beberapa waktu dan bersyair:
"Tidak kami maupun mereka akan mendapatkan petunjuk jika bukan karenamu
 Tidak juga kami akan bersedekah atau bersembahyang
Maka maafkanlah kami ketika membelamu
Dan tetapkanlah kaki kami ketika bertemu musuh
Berikanlah ketenangan atas kami
Sungguh jika kami diseur, kami akan datang"
  
Kesembilan adalah Surat Yunus ayat 58 yang berbunyi

قل بفضل الله وبرحمته وبذلك فليفرحوا هو خير مما يجمعون

Katakanlah dengan karunia Allah dan rahmat-Nya hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia Allah dan rahmatNya itu adalah lebih baik dari pada apa yang merek kumpulkan. (Yunus: 58)
Apakah yang dimaksud dengan rahmat dalam ayat di atas? Apakah bentuk rahmat itu? Para mufassir berbeda pendapat mengenai hal ini. Namun dalam ulumul qur’an diterangkan bahwa menafsirkan ayat dengan ayat al-Qur’an yang lain merupakan bentuk penafsiran yang paling kuat. Karenanya as-Suyuthi dalam ad-Durrul Mantsur menafsirkan kata rahmat dengan Surat al-Anbiya ayat 107:

وماأرسلناك إلا رحمة للعالمين

Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam (al-Anbiya: 107)
Sebagaimana dikutip dari Ibnu Abbas:

وأحرج أبو الشيخ عن ابن عباس فى الأية قال: فضل الله العلم ورحمته محمد صلى الله عليه وسلم : قال الله (وما أرسلنك إلا رحمة للعالمين)   

Bahwa yang dimaksudkan dengan karunia Allah swt adalah ilmu dan rahmat-Nya adalah Nabi Muahammad saw. Allah swt telah berfirman (Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam) (al-Anbiya: 107)
Maka menjadi jelas bahwa Rasulullah saw memang diciptakan oleh Allah sebagai rahmat bagi alam jagad raya. Maka kalimat selanjutnya dalam Surat Yunus di atas yang berbunyi ‘hendaklah mereka bergembira’ secara otomatis memerintahkan kepada umat muslim menyambit gembira atas rahmat tersebut. bukankah ini alasan yang sangat penting mengapa kita harus bergembira menyambut maulidurrasul?
Kesepuluh pentingnya memperingati maulidurrasul adalah tidak adanya hukum yang jelas-jelas melarangnya. Meskipun melaksanakan peringatan maulid juga bukanlah termasuk ibadah tauqifiyah. Namun peringatan ini seringkali menjadi wahana mendekatkan diri kepada Allah swt. yang sangat dianjurkan.
Oleh karena itu, jika kacamata syari’at mengategorikan berbagai macam praktek ibadah menjadi dua yaitu yang disenangi dan dibenci, maka memperingati hari maulid dapat dikategorikan sebagai ibadah yang disenangi syariat.
Demikianlah sepuluh alasan mengapa umat muslim perlu memperingati hari kelahiran Rasulullah saw yang dijabarkan oleh Omar Abdullah Kamel dalam kitabnya Kalimatun Hadi’atun fil Bid’ah, Kalimatun Hadi’atun fil Ihtifal bi Maulid, Kalimatun Hadi’atun fil Istighatsah.

 LABEL : AKHLAQ

Jangan Putus Asa dalam Mengulang Do'a Do'a


"Janganlah membuatmu putus asa dalam mengulang do'a do'a, ketika Allah menunda ijabah do'a itu" Ibnu Atha'illah As Sakandari.

Nafsu manusia seringkali muncul ketika Allah menunda ijabah atau pengabulan do'a do'a kita. dalam kondisi demikian manusia seringkali berputus asa dan merasa bahwa do'anya tidak di kabulkan. sikap putus asa itu di sebabkan karena manusia merasa bahwa apa yang dijalankan melalui do'anya itu akan benar benar memunculkan pengabulan dari Allah. tanpa disadari bahwa ijabah itu adalah hak Allah bukan hak hamba. dalam situasi keputus asaan itulah hamba Allah cenderung mengabaikan munajatnya sehingga ia kehilangan hudlur (hadir) bersama Allah.

hal itu pula menunjukkan bahwa betapa sangat lemahnya kita ini dan sangat agungnya Allah.
Orang sedang bermunajat itu ada tiga :

Pertama, seseorang menuju kepada Tuhannya dengan kepasrahan total, sehingga ia meraih ridha-Nya. hamba ini senantiasa bergantung dengan-Nya, baik do'a itu dikabulkan seketika maupun ditunda. ia tidak peduli apakah do'a itu akan dikabulkan dalam jangka waktu yang panjang atau lainnya.

Kedua, seseorang tegak didepan pintu-Nya dengan harapan penuh pada janji-Nya dan memandang aturan-Nya. hamba ini masih kembali pada dirinya sendiri dengan pandangan yang teledor dan syarat - syarat yang tidak terpenuhi, sehingga mengarah pada keputus asaan dalam satu waktu, namun kadang kadang penuh harapan optimis. walaupun hasratnya sangat ringan, toh syariatnya menjadi besar dalam hatinya.

Ketiga, seseorang yang berdiri tegak di pintu Allah namun disertai dengan sejumlah cacat jiwa dan kealpaan dengan hanya menginginkan keinginan belaka tanpa mengikuti aturan dan hikmah. orang ini sangat dekat dengan keputus asaan, kadang kadang terjebak dalam keragu raguan, kadang kadang terlempar di jurang kebimbangan. semoga Alah mengampuninya.

Syaikh Abu Muhammad Abdul Aziz al Mahdawi mengatakan : "siapa pun yang tidak menyerahkan pilihannya dengan suka rela kepada Sang Allah Ta'ala, maka orang tersebut terkena istidroj(sanjungan yang terhinakan). orang tersebut termasuk golongan mereka yang disebut oleh Allah : "Penuhilah kebutuhannya, karena Aku benci mendengarkan keluhannya." tetapi jika seseorang memasrahkan pada pilihan Allah, bukan pilihan dirinya maka otomatis do'a nya telah terkabul, walaupun belum terwujud bentuknya. Sebab amal itu sangat tergantung pada saat akhirnya."

Ibnu Atha'illah menegaskan : "Allahlah yang menjamin ijabah do'a itu menurut pilihan-Nya kepadamu, bukan menurut pilihan seleramu, kelak pada waktu yang dikehendaki-Nya, bukan menurut waktu yang engkau kehendaki."

Rasulullah SAW bersabda : "tak seorang pun pendo'a, melainkan ia berada diantara salah satu dari ketiga kelompok ini : kadang ia dipercepat sesuai dengan permintaannya atau ditunda (pengabulannya) demi pahalanya atau dihindarkan dari keburukan yang menimpanya."(H.R Imam Ahmad dan Al Hakim).
dalam hadits lain disebutkan : "do'a diantara kalian bakal di ijabah-i, sepanjang kalian tidak teresa gesa, (sampai akhirnya) seseorang mengatakan : "aku telah berdo'a, tapi tidak di ijabah-i untukku"(H.R. Bukhari-Muslim).

penundaan ijabah itu sendiri karena kasih sayang dan pertolongan Allah pada hamba-Nya. sebab Allah Mahamurah, Mahaasih, dan Mahamengetahui. Dzat yang Mahamurah apabila dimohon oleh orang yang memuliakan-Nya, ia diberi sesuatu yang lebih utama menurut Kemahatahuan-Nya. sementara seorang hamba itu pada dasarnya bodoh terhadap mana yang baikdan yang lebiih bermashlahat. terkadang seseorang hamba itu mencintai sesuatu padahal sesuatu itu buruk baginya, dan terkadang ia membenci sesuatu padahal sesuatu itu lebih baik baginya. Inilah yang seharusnya dipahami Pendo'a.

dan do'a itu sendri merupakan ubudiah. sedangkan rahasia do'a itu sendiri adalah menunjukkan betapa seorang hamba itu serba kekurangan.

Kajian Tasawwuf dan Tafsir dari Pernikahan

Pernikahan merupakan salah satu sunnah Rasul SAW dan merupakan anjuran agama. Pernikahan yang disebut dalam al-Quran sebagai miitsaaqun ghaliizh, perjanjian agung, bukanlah sekedar upacara dalam rangka mengikuti tradisi, bukan semata-mata sarana mendapatkan keturunan, dan apalagi hanya sebagai penyaluran libido seksualitas atau pelampiasan nafsu syahwat belaka. Pernikahan adalah amanah dan tanggungjawab. Bagi pasangan yang masing-masing mempunyai niat tulus untuk membangun mahligai kehidupan bersama dan menyadari bahwa pernikahan ialah tanggungjawab dan amanah, maka pernikahan mereka bisa menjadi sorga. Apalagi, bila keduanya saling menyintai.

Nabi Muhammad SAW telah bersabda yang artinya,“Perhatikanlah baik-baik istri-istri kalian. Mereka di samping kalian ibarat titipan, amanat yang harus kalian jaga. Mereka kalian jemput melalui amanah Allah dan kalimah-Nya. Maka pergaulilah mereka dengan baik, jangan kalian lalimi, dan penuhilah hak-hak mereka.”

Ketika berbicara tentang tanggungjawab kita, Rasulullah SAW antara lain juga menyebutkan bahwa “Suami adalah penggembala dalam keluarganya dan akan dimintai pertanggungjawaban atas gembalaannya dan isteri adalah penggembala dalam rumah suaminya dan bertanggungjawab atas gembalaannya.”

Begitulah, laki-laki dan perempuan yang telah diikat atas nama Allah dalam sebuah pernikahan, masing-masing terhadap yang lain mempunyai hak dan kewajiban. Suami wajib memenuhi tanggungjawabnya terhadap keluarga dan anak-anaknya, di antaranya yang terpenting ialah mempergauli mereka dengan baik. Istri dituntut untuk taat kepada suaminya dan mengatur rumah tangganya.

Masing-masing dari suami-isteri memikul tanggungjawab bagi keberhasilan perkawinan mereka untuk mendapatkan ridha Tuhan mereka. Apabila masing-masing lebih memperhatikan dan melaksanakan kewajibannya terhadap pasangannya daripada menuntut haknya saja, Insya Allah, keharmonisan dan kebahagian hidup mereka akan lestari sampai Hari Akhir. Sebaliknya, apabila masing-masing hanya melihat haknya sendiri karena merasa memiliki kelebihan atau melihat kekurangan dari yang lain, maka kehidupan mereka akan menjadi beban yang sering kali tak tertahankan.

Masing-masing, laki-laki dan perempuan, secara fitri mempunyai kelebihan dan kekurangannnya sendiri-sendiri. Kelebihan-kelebihan itu bukan untuk diperbanggakan atau diperirikan. Kekurangan-kekurang pun bukan untuk diperejekkan atau dibuat merendahkan. Tapi, semua itu merupakan peluang bagi kedua pasangan untuk saling melengkapi. Kedua suami-isteri bersama-sama berjuang membangun kehidupan keluarga mereka dengan akhlak yang mulia dan menjaga keselamatan dan keistiqamahannya selalu. Dengan demikian, akan terwujudlah kebahagian hakiki di dunia maupun di akhirat kelak, Insya Allah


Oleh: KH. Dr. A. Mustofa Bisri

sumber : http://www.gusmus.net/page.php?mod=dinamis&sub=2&id=1128

Hakikat Mati



Al-Ghazali
Kesembilan maqam ruhani yang telah kami sebutkan terdahulu bukanlah satu kategori yang berdiri sendiri-sendiri. Justru sebagian diantaranya menunjukkan esensi maqam lainnya, seperti prinsip atau maqam cinta (mahabbah) dan prinsip atau maqam ridha (rela terhadap ketetapan Allah); keduanya merupakan maqam tertinggi. Di antara maqam tersebut saling berkait dengan maqam lainnya, seperti maqam tobat dan zuhud; maqam takut (khauf) dan sabar. Sebab, tobat itu merupakan tindakan kembali dari jalan yang menjauhkan (diri dari Allah) menuju jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya. Sedangkan zuhud merupakan tindakan meninggalkan ragam kesibukan yang menghalangi pendekatan diri kepada-Nya; rasa takut (al-khauf) merupakan cambuk yang menggiring perilaku untuk meninggalkan kesibukan-kesibukan tersebut. Sabar adalah perjuangan ruhani melawan ragam nafsu yang menghalangi jalan pendekatan diri kepada-Nya.

Jadi, masing-masing maqam tersebut tidak berdiri sendiri, akan tetapi saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya, melalui ma’rifat dan mahabbah, yang berdiri sendiri. Hanya saja, ma’rifat dan mahabbah tidak dapat berwujud sempurna, kecuali dengan cara menafikan rasa cinta kepada selain Allah dalam kalbu. Untuk kepentingan tersebut memerlukan al-khauf, sabar dan zuhud. Di antara hal yang besar manfaat dan fungsinya dalam hal ini adalah mengingat akan mati. Inilah pembahasan yang kami maksudkan.

Syariat memberikan imbalan pahala yang besar terhadap orang yang suka mengingat mati. Sebab dengan mengingat mati, akan menyulitkan dirinya dalam mencintai dunia, selain memutus hubungan hati dengan dunia itu sendiri.
Allah Swt. berfirman:
“Katakanlah, ‘Sesungguhnya kematian yang kamu Iari dari padanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu.” (Q.s. Al-Jumu’ah: 8).

Rasulullah Saw. bersabda:
“Perbanyaklah mengingat penghancur kelezatan-kelezatan!” (Al-Hadis).

Beliau juga bersabda, “Barangsiapa tidak menyukai pertemuan dengan Allah, Allah pun tidak suka bertemu dengannya.”

Aisyah r.a. bertanya kepada Rasulullah Saw, “Wahai Rasulullah, adakah seseorang yang dikumpulkan bersama para syuhada’ (orang yang mati syahid)?” tanya Aisyah r.a.
“Benar,” jawab Rasulullah, “yaitu, orang yang mengingat mati duapuluh kali dalam sehari semalam.”

Rasulullah Saw. melintasi sebuah majelis yang penuh dengan gelak tawa, lalu beliau bersabda, “Campurilah majelis kalian dengan pengaruh kelezatan-kelezatan!”
“Apakah itu?” di antara mereka mengajukan pertanyaan.
“Maut,“ jawab beliau singkat.

Rasulullah Saw. bersabda, “Andaikata binatang-binatang itu tahu akan kematian sebagaimana manusia (mengetahuinya), tentu kalian tidak akan makan daging yang gemuk darinya.”
Sabda beliau pula, “Cukup maut sebagai pemberi peringatan.”
Sabdanya:
“Aku tinggalkan dua pemberi peringatan di tengah-tengah kalian, yang diam dan dapat berbicara. Yang diam adalah maut, sedangkan yang berbicara adalah Al-Qur’an.” (Al-Hadis).

Ada seorang laki-laki yang disebut-sebut di sisi Rasulullah Saw, orang itu selalu dipuji dengan baik. Lalu Rasulullah Saw bertanya, “Bagaimana teman kalian itu men yebut mati?”
“Kami hampir tidak pernah mendengar dia mengingat mati,” jawab mereka.
“(Jika demikian), maka sesungguhnya teman kalian itu bukanlah di situ,” jawab beliau.

Seorang sahabat dan kaum Anshar bertanya, “Wahai Rasulullah, siapakah manusia yang paling cerdas dan mulia?” tanya seorang laki-laki dan (kaurn) Anshar.
“Yang paling banyak mengingat mati di antara mereka, dan yang paling banyak (tekun) mempersiapkan diri menghadapi kematian. Mereka itulah orang-orang yang paling cerdas, mereka pergi dengan kelegaan dunia dan kemuliaan akhirat,” sabda beliau.

Manfaat Ingat Kematian
Mati merupakan persoalan besar, sekaligus masalah yang luar biasa. Tiada sesuatu pun yang luar biasa melebihi kematian ini. Mengingat mati besar manfaatnya. Kematian dapat mempersempit kehidupan dunia dan menjadikan hati benci pada dunia.
Membenci duniawi merupakan pangkal segala kebaikan, sebagaimana cinta dunia merupakan pangkal dari segala kesalahan.

Bagi orang ‘arif (ahli ma’rifat) mengingat Allah itu memiliki dua fungsi dan kegunaan: Pertama, benci pada dunia, dan kedua, rindu akhirat.
Orang yang mencintai —tidak mustahil— pasti merasakan rindu. Rindu pada hal-hal yang bisa diraba, pengertiannya adalah, penyempurnaan fantasi untuk mencapai pada penyaksian langsung.

Rasa rindu kepada-Nya pasti bisa dicapai melalui fantasi, tanpa penglihatan dengan mata.
Hal-ihwal akhirat dan kenikmatannya berikut keindahan hadirat ketuhanan, bagi orang ‘arif diketahui dalam bentuk seakan-akan dia melihat dari balik tirai tipis pada waktu mendung dan cahaya remang. Dia merindukan kesempunaan itu melalui tajalli dan musyahadah. Dia tahu bahwa hal tersebut tidak akan terjadi, kecuali dengan maut; karenanya dia tidak benci mati, sebab dia tidak membenci pertemuan dengan Allah Swt, bahkan dia menyukai pertemuan dengan-Nya.

Orientasi duniawi muncul disebabkan oleh kurangnya mengingat mati. Cara untuk bertafakur pada kematian ialah, hendaklah seseorang mengosongkan pikiran dan ingatannya selain kematian. Lalu duduk berkhalwat dan mengendalikan ingatan tentang mati dengan lubuk kalbunya. Mula-mula ia mengingat tentang sahabat-sahabatnya yang telah lalu (meninggal dunia), mengingat mereka satu persatu, lalu mengingat sifat rakus, ambisi, angan-angan dan kecintaan mereka terhadap kedudukan dan harta. Kemudian mengingat pergulatan mereka menjelang direnggut maut dan penyesalannya menyia-nyiakan waktu dan umur.

Selanjutnya bertafakur tentang tubuh-tubuh mereka: Bagaimana tubuh-tubuh tersebut terobek-robek dalam tanah dan menjadi bangkai yang dimakan ulat. Lalu, mengembalikan kepada dirinya, bahwa dirinya seperti salah seorang di antara mereka: Angan-angannya seperti angan-angan mereka dan pergulatannya (nanti menjelang kematian) seperti pergulatan mereka. Kemudian perhatiannya dialihkan pada anggota-anggota tubuhnya, bagaimana nanti ia menjadi remuk; selanjutnya dialihkan pada biji matanya, ketika nanti ia dimakan ulat; pada lidahnya ketika lidah itu menjadi usang kemudian menjadi bangkai di dalam mulutnya.

Apabila Anda melakukan hal itu, maka bagi Anda dunia atau harta-benda itu kecil dan hina, dan Anda menjadi bahagia. Sebab, orang yang bahagia itu adalah orang yang dapat mengambil pelajaran dari orang lain. Karena itulah Rasulullah Saw bersabda:

“Hai manusia, seakan-akan maut itu telah ditetapkan kepada selain kita, seakan-akan kebenaran itu telah diwajibkan kepada selain kita, dan seakan-akan orang-orang mati yang kita antarkan baru saja pergi, mereka kembali kepada kita, kita tempatkan mereka di makam-makamnya dan kita makan harta-harta peninggalan (warisan)nya, seakan-akan kita (hidup) kekal setelah mereka. Kita melupakan setiap peringatan dan aman (terbebas) dari bencana.” (Al-Ha dis).
Lamunan Panjang

Lamunan panjang merupakan akar dari kelalaian mengingat mati. Lamunan itu merupakan kebodohan yang sebenarnya. Karena itulah Rasulullah Saw. bersabda kepada Abdullah bin Umar r.a.:
“Jika masuk waktu pagi, jangan kamu bicarai dirimu tentang sore har. Bila masuk waktu sore, jangan kamu bicarai dirimu tentang pagi. Ambil (kesempatan) dari hidupmu untuk matimu, dari sehatmu untuk sakitmu, sebab kamu hai Abdullah, tidak tahu apa namamu esok hari.” (Al-Hadis).

Rasulullah Saw juga bersabda, “Ada dua kebiasaan (perangai) yang paling aku takutkan pada ummatku, yaitu: menuruti hawa nafsu dan lamunan panjang.”

Usamah membeli budak wanita sampai dua bulan dengan harga seratus, lalu Rasulullah Saw. berkata:
“Apakah kalian tidak merasa heran kepada Usamah, orang yang membeli (budak wanita) sampai dua bulan? Sungguh Usamah itu panjang lamunannya. Demi jiwaku yang ada pada kekuasaan-Nya, aku tidak akan mengejapkan kedua mataku, kecuali aku telah mengira bahwa tempat tumbuhnya bulu pelupuk mata tidak dapat mengatup hingga Allah mencabut ruhku. Aku tidak akan mengangkat kedua mataku, sedangkan aku mengira bahwa dirikulah sebenarnya yang menaruhnya hingga aku dimatikan, dan aku tidak akan menelan sesuap (makanan), kecuali aku mengira bahwa aku tidak akan memasukkannya ke tenggorokan hingga aku tersekat dengannya karena menjelang kematian.”

Kemudian beliau bersabda, “Hai anak Adam, jika kalian berakal, maka hendaklah kalian perhitungkan diri kalian dengan kematian. Demi jiwaku yang ada pada kekuasaan-Nya, sesungguhnya apa yang dijanjikan kepada kalian pasti tiba, dan kalian bukan tidak mampu.”

Rasulullah Saw. bersabda, “Generasi pertama dan ummat ini selamat dengan keyakinan dan kezuhudan, dan akhir ummat ini menjadi binasa karena sifat kikir dan panjang angan-angan.”
Dan Rasulullah Saw. bersabda, “Apakah kalian semua ingin masuk surga?”
“Benar,” jawab mereka.
“Pendekkanlah angan-angan kalian, jadikan ajal kalian ada di hadapan mata kalian, dan malulah kepada Allah dengan sebenar-benarnya,” sabda beliau.

Kematian Dimata Orang Arif
Orang ‘arif yang paripurna tidak putus-putus menyebut dan mengingat Allah, tidak lagi mengingat mati, bahkan dia itu fana’ dalam tauhid. Dia tidak pernah menoleh ke masa lalu dan masa depan, tidak pula keadaan dari sisi bahwa itu sekadar keadaan. Dia adalah anak waktunya, patuh kepada sang waktu. Maksudnya, dia seperti orang yang menyatu dengan yang diingat atau disebutkannya. Kami tidak menyatakan bahwa dia menyatu dengan Dzat Allah Swt. Hal ini jangan Anda rasionalisasikan, nanti Anda tergelincir dan salah, kemudian buruk sangka.

Orang ‘arif tidak lagi merasakan rasa takut/cemas (khauf) dan rasa berharap (raja’), karena khauf dan raja’ itu adalah cambuk yang menggiring seorang hamba kepada suatu kondisi yang penuh dengan rasa. Lalu bagaimana ia akan mengingat mati, padahal tujuan mengingat mati itu adalah agar hubungan ikatan kalbunya dengan apa yang bisa ditinggalkan setelah kematian itu terputus. Sedangkan seorang ‘arif telah mengalami mati, dalam kaitannya dengan hak dunia dan apa saja yang akan ia tinggalkan dengan terjadinya kematian itu. Dia juga bebas dari orientasi kepada akhirat, apalagi pada dunia. Selain Allah Swt, baginya rendah dan hina. Maut baginya merupakan penyingkapan tirai agar tambah jelas dan yakin. Inilah makna ucapan Sayyidina Ali r.a, “Jika tirai itu telah dibuka, maka belum bisa menambah keyakinan bagiku.”
Orang yang melihat orang lain dari balik tirai, keyakinannya belum bertambah dengan tersingkapnya tirai, hanya saja, bertambah jelas.

Maka mengingat mati itu dibutuhkan oleh orang yang kalbunya masih menoleh pada dunia, agar dia tahu bahwa dia akan berpisah dan meninggalkannya, sehingga dia tidak selalu cinta dunia. Karena itulah, Rasulullah Saw. bersabda: “Sesungguhnya Ruhul Quds (Jibril) membisik dalam hatiku, ‘Cintailah apa yang kamu cintai, sesungguhnya kamu akan berpisah dan meninggalkannya. Puaskanlah hidupmu, sebab sesungguhnya kamu itu adalah mayit. Dan beramallah sesukamu, karena sesungguhnya kamu mendapat imbalan dengannya’.”

Hakikat Dan Esensi Mati
Barangkali Anda ingin tahu hal-ihwal dan hakikat mati. Anda tidak akan pernah mengetahui hal itu sebelum Anda tahu tentang hakikat hidup. Anda tidak akan pernah mengetahui hakikat hidup sebelum Anda tahu tentang ruh; itu adalah diri Anda, esensi dan jatidiri Anda. Ruh adalah hal yang tersembunyi dalam diri Anda. Anda jangan terlalu giat untuk mengenal Tuhan sebelum Anda kenal diri Anda. Maksud kami dengan diri Anda adalah ruh Anda, sesuatu yang dinisbatkan kepada Allah Swt. dalam firman-Nya yang berbunyi, “Katakanlah, ‘Ruh itu termasuk urusan Tuhanku’.” (Q.s. Al-Isra’: 85).
Dan dalam firman-Nya yang berbunyi, “Dan telah meniupkan ke dalamnya ruh (ciptaan)-Ku.” (Q.s. Al-Hijr: 29).

Dimaksud ayat tersebut bukan ruh jasad yang halus, yang merupakan pembawa energi indera dan gerak, yang bersumber dari hati dan menyebar ke seluruh tubuh; menyebar ke seluruh rongga urat-urat yang berdenyut. Dari Situ mengalir cahaya indera penglihatan pada mata, cahaya indera pendengaran pada telinga, dan pada seluruh kekuatan dan indera-indera lainnya; sebagaimana cahaya pelita mengalir ke seluruh sisi rumah. Ruh Ini sama dengan ruh binatang, ia bisa menjadi binasa dengan maut, sebab itu adalah uap yang kematangannya terus stabil ketika minyaknya masih stabil. Bila minyak itu telah labil, ia jadi rusak sebagaimana cahaya yang mengalir dari pelita itu punah ketika pelita itu padam, karena minyaknya telah habis, atau karena dipadamkan.

Ruh semacam ini menjadi binasa (rusak) dengan terputusnya makanan (bagi manusia atau binatang), karena makanan bagi ruh tersebut minyak bagi pelita. Pembunuhan terhadapnya seperti tiupan pada pelita. Ruh semacam ini, kesehatan dan stabilitasnya menjadi garapan ilmu kedokteran. Ruh ini tidak memikul ma’rifat dan amanat.

from sufinews