Pacaran dalam Perspektif Islam

Demikian pernyatan Al Quran atas sebuah fitrah yang mendasar (fundamental)
pada diri manusia, yakni kecintaan pada wanita. Demikian halnya
sebaliknya, wanita pun punya kecendrungan pada lawan jenisnya. Yang
jelas fitrah tesebut merupakan realitas yang tak terbantahkan oleh
siapapun.
Bila
kita amati kondisi sosial di sekitar kita, terlihat sebuah fakta akan
mudahnya akses pertemuan dua jenis berbeda anak manusia, laki-laki dan
wanita. Masing-masing dapat memandang antara satu dengan yang lainnya.
Moment ini akan dapat berlanjut pada babak berikutnya. Bagi yang teguh
prinsipnya, konsisten terhadap norma-norma agama, akan membatasi diri
sebagai langkah preventif dari hal-hal negatif yang berkelanjutan
teringat pesan agama.
قُلْ
لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ
ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ (30)
وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ
فُرُوجَهُنَّ [النور : 30 ، 31]
“Katakanlah
kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan
pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih
Suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka
perbuat". Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya,…”(Q.S: An Nur; 30-31)
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- لِعَلِىٍّ « يَا عَلِىُّ لاَ تُتْبِعِ النَّظْرَةَ النَّظْرَةَ فَإِنَّ لَكَ الأُولَى وَلَيْسَتْ لَكَ الآخِرَةُ ». (رواه ابى داود والترمذى وأحمد)
Rosulullah
berkata pada Ali: “Hai Ali !! janganlah kau perturutkan satu pandangan
kepada pandangan lain, karena sesungguhnya buatmu adalah yang pertama
(tiba-tiba), dan bukan yang berikutnya” (H.R: Abi Dawud, At Turmudzi,
dan Ahmad)
Sedangkan
bagi individu yang terbuai dengan kesenangan nafsunya, maka dari
perjumpaan tersebut akan berlanjut pada tahapan-tahapan berikutnya.
Antara lain; senyuman, sapaan, salam dan bahkan sampai pada terciptanya
jalinan atau hubungan khusus diluar pernikahan (pacaran), sebagaimana
dituturkan oleh Dr. Yusuf Qordhowi dalam bukunya “al Halal wa al Haram”:
نَظْرَةٌ فَابْتِسَامَةٌ فَسَلامٌ # فَكَلامٌ فَمَوْعِدٌ فَلِقَاءٌ
“Permulaannya pandangan, kemudian senyuman, lantas sapaan, berlanjut untaian kata, janjian, dan akhirnya berbuah perjumpaan”
Hubungan
yang terjalin diantara dua anak manusia dari jenis kelamin yang berbeda
dalam ikatan pacaran adalah satu fenomena yang melanda bagi remaja,
bahkan orang tua sekalipun (selingkuh), dan saat ini anak-anak kecilpun
tidak ketinggalan. Berpacaran benar-benar telah menggejala pada
tunas-tunas bangsa tersebut (the next generation). Bila kita
renungkan, fenomena ini kurang lebihnya disebabkan oleh pengaruh
lingkungan, adanya tayangan atau berita media baik cetak maupun
elektronik, terutama televisi dengan tayangan-tayangan sinetron remaja
yang kental, syarat dengan aksi-aksi provokatifnya. Realitas semacam itu
tidak bisa kita pungkiri ataupun menutup mata darinya. Bila kita
beranjak sebentar saja ke tempat-tempat umum semisal; taman, tempat
wisata/rekreasi dll. tempat kerja, gedung bioskop, bahkan lembaga
pendidikan sekalipun (mohon maaf), akan kita dapati fakta tersebut.
Perlu
diketahui dan dimengerti, bawa sebuah fitrah yang terdapat pada diri
manusia sebagaimana lahirnya cinta kasih antar lawan jenis sebagai
perwujudan (implementasi) dari firman Allah diatas (Q.S: Ali
Imran; 14), secara substansial tidaklah dihalangi oleh Islam, karena itu
merupakan fitrah manusia bahkan fitrah semua makhluq hidup.
Cinta
kasih sendiri bagi manusia merupakan dorongan naluri sejak kecil dan
menjadi kebutuhan setelah dewasa, bersikap anti pati ataupun membendung
perasan tersebut adalah sebuah langkah yang akan sangat menyulitkan.
Akan tetapi melepasnya tanpa kendali juga dapat mengakibatkan timbulnya
bahaya yang tidak kecil. Karena itu agama memberi tuntunan jika ada yang
bercinta kasih dengan lawan jenisnya, maka hendaklah dimaksudkan untuk
bertujuan menjalin ikatan yang resmi (halal) yakni pernikahan, hidup berumah tangga.
Dan
tentunya jika masing-masing memang benar-benar memiliki cinta yang
tulus, konsisten dengan norma-norma agama, moral dan susila, maka tidak
akan terjadi tidakan tindakan negatif yang bertentangan dengan
norma-norma tersebut, sebagaimana hamil di luar nikah, bermesraan
ditempat sepi atau ramai, sentuhan, ciuman dll. Nabi Muhammad Shollallâhu 'Alaihi wa Sallam bersabda:
قالَ
لَنَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ
مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ
لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ
بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ ». (رواه مسلم)
“Wahai
para pemuda kawinlah kamu jikalau telah mampu, karena nikah adalah
paling mujarab dalam menjaga pandangan (di hadapan kaum wanita) dan
dalam menjaga kesucian. Dan yang tidak bisa melaksanakannya (tidakmampu
kawin) hendaklah berpuasa karena puasa itu mengekang nafsu ” (H.R: Muslim)
Pengertian Pacaran
Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata pacar didefinisikan dengan:
teman lawan jenis yang tetap dan mempunyai hubungan berdasarkan cinta
kasih. Bila demikian maka perlu diketahui bahwa islam tidak menghalangi
lahirnya cinta kasih antar lawan jenis karena itu adalah fitrah manusia
bahkan fitrah semua makhluq hidup, demikian komentar Dr. Quraish Sihab
atas definisi tersebut.
Kencendrungan cinta kasih yang terdapat pada selain manusia, sebagaimana dijelaskan oleh Dr. Adnan Zurzur dkk. dalam buku “Nidzam al Usrah fi al Islam” hanya sebatas menjaga kelangsungan (eksistensi)
jenis populasinya (kelompoknya). Sedangkan kecendrungan cinta kasih
pada diri manusia, tersimpan hikmah yang agung tidak hanya sebatas
menjaga kelangsungan populasi manusia. Masing-masing laki-laki dan
wanita senantiasa memiliki kecendrungan pada lawan jenisnya, dikarenakan
pada diri mereka tersusun unsur-unsur yang dapat menyebabkan timbulnya
daya tarik dan simpatik, kecintaan pada lawan jenis.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala,
menjadikan kecendrungan cinta kasih pada manusia untuk sebuah tujuan
yang sangat mulia, yaitu agar mereka menjadi komunitas yang maju (progresif, madani) serta berperadaban. Ikatan yang terjalin antara pasangan suami istri tidak cuma sebatas pelampiasan syahwat biologis (seksual), bahkan terdapat ikatan batin serta rohani (spiritual) yang sungguh luar biasa. Subhanallah, Allah berfirman:
وَمِنْ
آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا
إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ
لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ (21) [الروم : 21]
“Dan
di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu
isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa
tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda
bagi kaum yang berfikir.” (Q.S: Ar Ruum; 21)
Namun
benar-benar memprihatinkan sekali, fenomena berpacaran yang melanda
para remaja, anak-anak dan orang dewasa lebih mengarah pada
memperturutkan nafsu belaka. Mula-mula diawali dengan yang ringan-ringan
semisal; sendau gurau, kirim surat, pesan singkat (SMS). Dan
lama-kelamaan akan melangkah lebih intensif lagi seperti berkencan,
bermesraan di tempat sepi bahkan di keramaian sekalipun. Dan yang paling
menyedihkan lagi adalah puncak dari kesemuanya itu yakni perzinahan, Naudzubillah.
Tidakkah
bola salju yang terus menggelinding akan semakin cepat berputarnya dan
semakin besar pula bongkahannya? Kobaran api yang membara, yang melalap
rumah-rumah warga desa tadinya merupakan sepercik api kecil yang ditiup
oleh angin. Demikian halnya sepasang insan yang dibuai oleh keasyikan
berpacaran, semakin sering bermesraan semakin besar pula bahaya yang
diakibatkan. Sebagaimana diungkapkan oleh bait-bait syair berikut:
وَكَاذِبُ الْفَجْرِ يَبْدُو قَبْلَ صَادِقِهِ# وَأَوَّل غَيْثٍ قَطْرَةٌ ثُمَّ يَنْسَكِبُ
وَكَـذَاكَ عِشْقُ الْعَاشِقَيْنِ الهَوَى# بِالْمَزْحِ يَبْدُووَبِالْإِذْمَانِ يَلْتَهِبُ
“Fajar kadzib muncul sebelum fajar shodiq, hujan deras awalnya adalah rintik-rintik
Demikian halnya kerinduan orang yang dimabuk asmara, awalnya adalah gurauan yang berlanjut pada kobaran api cinta. ”
Syech
Ali at Thontowi seorang penulis produktif sekaligus da'i yang masyhur,
pernah menulis pesan pada putrinya, yang selanjutnya beliau publikasikan
dalam buku “Ya Binty wa Ya Walady / kepada putra-putriku ”:
“Tidak
akan ada seorang pria melontarkan senyumanya kepadamu, berbicara dengan
lembut dan merayu, memberikan bantuan dan pelayanan kepadamu, kecuali
akan ada maksud-maksud tertentu. Setidak-tidaknya isyarat bagi dirinya
bahwa itu adalah langkah awal. Apa sesudah itu wahai putriku?
Renungkanlah ! kalian berdua, bersama-sama berkencan, menikmati
kelezatan yang hanya sebentar kau rasakan ……… sesudah itu, dia lupa dan
pergi meninggalkan kamu. Dan engkau? …… sungguh akan merasakan pahitnya
dari pertemuan yang sebentar itu untuk selama-lamanya”. Selanjutnya beliau menuliskan: “Coba
anda renungkan, apakah pantas disamakan lezatnya berhubungan yang
sebentar rasanya itu dengan penderitaan-penderitaan anda? Apakah pantas,
harga kegadisan anda dibayar begitu murah dan penderitaan anda setelah
itu ditebus dengan harga begitu mahal”?....
Sebagian
orang yang berpacaran berargumentasi bahwa jalinan yang mereka ciptakan
adalah bentuk penjajakan guna mencari partner yang ideal dan serasi
bagi masing-masing pihak. Tapi dalam kenyataannya, masa penjajakan itu
tidak lebih dimanfaatkan sebagai pengumbaran nafsu syahwat semata, dan
bukan bertujuan untuk secepatnya melaksanakan pernikahan.
Dalam
hal ini, Ibnu Qayyim al Jauziyyah (691-751 H = 1292-1350 M), seorang
cendekiawan muslim sejati disamping pula seorang pakar dengan multi
disiplin ilmu, memaparkan pendapatnya bahwa: “Hubungan intim tanpa
pernikahan adalah haram dan merusak cinta. Malah cinta diantara keduanya
akan berakhir dengan sikap saling membenci dan bermusuhan, karena bila
keduanya telah merasakan kelezatan dan cita rasa cinta, tidak boleh
tidak akan timbul keinginan lain yang tidak diperoleh sebelumnya”.
Demikian pandangan Ibnu Qayyim tentang pacaran seperti dikutip oleh
Abdurrahman al Mukaffi dalam bukunya “Pacaran Dalam Kaca Mata Islam”.
Apapun bentuk dari hubungan intim diluar ikatan pernikahan, dinilai agama sebagai jalinan yang yang terlarang (haram). Meski sudah dilamar/pinang (khitbah)
sekalipun, hubungan resmi belum terwujud. Karena lamaran cuma sebatas
muqaddimah yang lebih bersifat pendahuluan dan pengenalan. Jadi,
larangan-larangan (keharaman) yang berlaku sebelum lamaran masih tetap
berlaku setelahnya, hingga benar-benar sudah ada ijab qobul (aqad
nikah). Dalam prosesi lamaran yang diperbolehkan hanya melihat wajah dan
kedua telapak tangan. Ketentuan ini sebagaimana termaktub dalam
formulasi kitab-kitab Fiqih (yurispruden islam).
Pesan-Pesan Agama
Berpacaran sebagaimana disinggung oleh Abdurrahman al Mukaffi terdiri dari tiga tahapan:
* Perjumpaan pertama
*Pengungkapan diri
* Dan pembuktian
Dan selama proses tersebut berjalan, tentunya tidak sedikit hal-hal yang tidak sejalan (kontradiktif)
dalam arti diharamkan oleh agama, sehingga memperkuat dari keharaman
berpacaran. Dapat disebutkan di sini diantaranya adalah: memperturutkan
hawa nafsu (syahwat), pandangan yang diharamkan agama, sentuhan, bermesraan di tempat sepi, perzinahan dll.
Ada
baiknya kami sebutkan dalam tulisan ini beberapa pesan agama
(dalil-dalil), berupa ayat-ayat Al Qur'an serta hadis Nabi yang kiranya
dapat dijadikan bahan kajian serta renungan, sehingga selanjutnya
diamalkan (implementasi) dalam kehidupan sehari-hari, sehingga dapat menuntun kita kejalan yang lurus dan diridhai Allah Subhanahu Wa Ta'ala , serta menjadikan diri kita termasuk dari golongan hamba-hamba-Nya yang benar-benar bertaqwa.
- Kecaman Allah Subhanahu Wa Ta'ala terhadap orang-orang yang memperturutkan hawa nafsunya:
أَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ أَفَأَنْتَ تَكُونُ عَلَيْهِ وَكِيلًا (43 أَمْ
تَحْسَبُ أَنَّ أَكْثَرَهُمْ يَسْمَعُونَ أَوْ يَعْقِلُونَ إِنْ هُمْ
إِلَّا كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ سَبِيلًا (44) [الفرقان : 43 ،44]
“Terangkanlah
kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya.
Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya?Atau apakah kamu
mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami. mereka itu
tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat
jalannya (dari binatang ternak itu).”(Q.S. Al Furqan; 43-44)
- Larangan berzina serta perbuatan-perbuatan yang dapat menghantarkan pada perzinahan:
ولا تقربوا الزنا إنه كان فاحشة وساء سبيلا
“Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk. ” (Q.S. Bani Israil; 32)
- Perintah menjaga pandangan dari hal-hal yang di haramkan:
قُلْ
لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ
ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ (30)
وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ
فُرُوجَهُنَّ [النور : 30 ، 31]
“Katakanlah
kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan
pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih
Suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka
perbuat". Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya,…… ”(Q.S. An Nuur; 30-31)
- Macam-macam perzinahan yang dilarang agama:
كُتِبَ
عَلَى ابْنِ آدَمَ نَصِيبُهُ مِنَ الزِّنَى مُدْرِكٌ ذَلِكَ لاَ مَحَالَةَ
فَالْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظَرُ وَالأُذُنَانِ زِنَاهُمَا
الاِسْتِمَاعُ وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلاَمُ وَالْيَدُ زِنَاهَا
الْبَطْشُ وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْخُطَا وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى
وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ وَيُكَذِّبُهُ (رواه مسلم عن أبى هريرة)
“Telah
tertulis atas anak Adam bagiannya dari hal zina. Ia akan menemuinya
dalam hidupnya, dan tiada terhindarkan. Zina mata adalah melihat, zina
telinga adalah mendengar, zina lidah adalah berkata, zina tangan adalah
menyentuh, zina kaki adalah berjalan, zina hati adalah keinginan dan
berangan-angan, dibenarkan hal ini oleh kelaminnya atau di dustakannya.”(H.R. Muslim dari Abi Hurairah)
- Larangan berdua di tempat yang sepi:
قَالَ
رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ
بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ، فَلاَ يَخْلُوَنَّ بِامْرَأَةٍ لَيْسَ
مَعَهَا ذُو مَحْرَمٍ مِنْهَا ، فَإِنَّ ثَالِثَهُمَا الشَّيْطَان
“Rosulillah
Shollallâhu 'Alaihi wa Sallam bersabda:.dan barang siapa beriman kepada
Allah dan hari akhir, janganlah ia bersunyi sepi berduaan dengan wanita
yang tidak didampingi muhrimnya, sebab bila demikian setanlah yang
menjadi pihak ketiganya. ” (H.R. Ahmad)
Betapapun
mengekspresikan perasan cinta kasih dengan berpacaran seperti muda-mudi
saat ini sangatlah kontras dengan norma-norma agama. Dan hal ini bukan
berarti bahwa agama tidak merespon sama sekali terhadap kebutuhan cinta
kasih yang menjadi fitrah manusia tersebut, akan tetapi agama cukup
bijak (hikmah) dalam mengambil sikap, dan pernikahan adalah
satu-satunya alternatif untuk mengakomodir fitrah cinta kasih ini.
Mengumbar nafsu syahwat dengan berpacaran adalah merupakan pilihan yang
tidak tepat bagi insan yang beragama dan berakal sempurna. Dikarenakan
dengan mengumbar nafsu tersebut berarti mengingkari nikmat aqal. Jadi,
tepatlah bila orang yang memperturutkan hawa nafsunya lebih hina dari
pada binatang (al Furqan,44). Topik tulisan ini memang cukup sensitif sekali, dan tiada dimaksudkan untuk menyudutkan siapapun. Tetapi berangkat (inspirasi)
dari perintah untuk mengatakan kebenaran, saling nasehat menasehati dan
mengingatkan sesama muslim, maka kami goreskan tinta pena ini. Tidakkah
agama Islam adalah agama nasehat?? dan semua manusia dalam kerugian
selain yang beriman, berbuat baik (amal sholih) dan saling berwasiat atas kebenaran dan kesabaran (al 'Ashr, 03)
??? Dewasa ini banyak sekali kemaksiyatan disekitar kita yang kita
biarkan begitu saja. Bahkan boleh jadi, kita tidak mengerti kalau hal
itu merupakan maksiyat. Hal ini kurang lebih disebabkan lemahnya
kecemburuan (ghirah) kita atas norma ataupun ajaran agama yang kita miliki, disamping kurang intens dalam mempelajari, dan mengamalkannya (implementasi) dalam kehidupan sehari-hari. Semoga tulisan ini bermanfa'at sebagai bahan intropeksi (muhasabah) bersama, dan motifator untuk lebih mendalami ajaran agama, amien. [Wallahu A'lam]
[source]
[source]
like yang ini mas
BalasHapus