10 Alasan Pentingnya Memperingati Maulid Nabi SAW
Dalam bukunya Kalimatun Hadi’atun fil Bid’ah, Kalimatun Hadi’atun fil Ihtifal bil Maulid, Kalimatun Hadi’atun fil Istighatsah,
Dr. Oemar Abdullah Kamil menerangkan beberapa hal yang berhubungan
tentang peringatan maulid Rasulullah saw. Ada Sepuluh alasan yang
menjadikan pentingnya memperingati Maulid Nabi yaitu:
Pertama, bahwa Allah swt memberkati dan mengagungkan hari dan tanah kelahiran para nabi. Apalagi hari kelahiran Rasulullah saw. Oleh karena itu sudah sepantasnya kita sebagai umat Rasulullah memuliakan hari kelahirannya. Hal ini berdasar pada kisahkan dalam sebuah hadits yang dinukil oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari jilid VII bahwa ketika dalam perjalanan Mi’raj, Rasulullah saw diperintahkan Jibril shalat dua rekaat di Bethlehem. Setelah Rasulullah saw. selesai shalat, Jibril lalu bertanya “apakah kamu tahu di mana kamu shalat saat itu? Rasulullah saw menjawab “tidak” dan jibril berkata lagi “kamu shalat di Bethlehem tempat kelahiran Nabi Isa”. Demikian potongan hadits tersebut:
…ثم
قال لي انزل فصل فنزلت وصليت فقال لي اتدري اين صليت ؟ فقلت لا، قال صليت
في بيت لحم بناحية بيت المقدس، حيث ولد عيسى بن مريم عليه السلام ثم ركبت
فمضينا
Hadits di atas membuktikan betapa Allah
dan Rasul-Nya menghormati tanah kelahiran Nabi Isa as sebagai Nabi Allah
swt. Sekaligus juga menunjukan kesadaran beliau akan arti sebuah
sejarah bagi kehidupan umat manusia.
Demikian pula Allah swt merahmati hari
hari kelahiran Nabi Isa dengan kesejahteraan sebagaimana temaktub dalam
surat Maryam ayat 33.
وَالسَّلامُ عَلَيَّ يَوْمَ وُلِدْتُ
Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari aku dilahirkan (Maryam: 33)
Jikalau Allah swt memberkati hari
kelahiran Nabi Isa as, bukankah berarti hari kelahiran Rasulullah saw
lebih diberkati dan dilimpahi kesejahteraan? Sesungguhnya semua hari itu
sama, diciptakan dan ditentukan oleh Allah swt, oleh karenanya Ia
berhak memuliakan dan meng-istimewakan hari-hari pilihan-Nya. Hal ini
dapat dibuktikan dalam beberapa ayat dalam al-Qur’an dimana Allah
dengan tegas menentukan nilai dari hari-hari (ayyam) tersebut.
Diantaranya dalam Surat Ibrahim ayat 5 dan al-Jatsiyah ayat 14
وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا مُوسَى بِآياتِنَا أَنْ أَخْرِجْ قَوْمَكَ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ وَذَكِّرْهُمْ بِأَيَّامِ اللَّهِ
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus
Musa dengan membawa ayat-ayat Kami, (dan Kami perintahkan kepadanya):
“Keluarkanlah kaummu dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang
dan ingatkanlah mereka kepada hari-hari Allah” (Ibrahim: 5)
قُلْ لِلَّذِينَ آمَنُوا يَغْفِرُوا لِلَّذِينَ لَا يَرْجُونَ أَيَّامَ اللَّهِ لِيَجْزِيَ قَوْمًا بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
Katakanlah kepada orang-orang yang
beriman hendaklah mereka memaafkan orang-orang yang tiada takut
hari-hari Allah karena Dia akan membalas sesuatu kaum terhadap apa yang
telah mereka kerjakan (al-Jasiyah: 14).
Kedua pentingnya
memperingati maulid Nabi adalah bertolak dari kisah Abu Lahab, paman
Rasulullah saw yang memerdekakan budaknya bernama Tsuwaibah
al-Aslamiyyah pada hari kelahiran Rasulullah saw. Begitu girangnya Abu
Lahab atas kelahiran keponakannya yang bernama Muhammad saw, sehingga ia
memerdekakan Tsuwaibah al-Aslamiyyah yang sekaligus berlaku sebagai
orang pertama yang menyusui Muhammad saw.
Walaupun dalam Surat al-Lahab, Allah swt
telah memfonisnya sebagai orang yang celaka di dalam neraka, tetapi
berkat rasa girangannya semasa hidup atas kelahiran Muhammad saw, ia pun
mendapatkan syafaat setiap hari senin dengan merasakan kesejukan.
Begitulah di ceritakan oleh Ibnu Katsir dalam kitabnya Bidayah wan
Nihayah halaman 272-273.
Cerita Ibn Katsir ini juga termuat dalam
hadits shahih bukhari dalam kitab nikah “sesungguhnya Abu Lahab berkata
kepada saudaranya Abbas di dalam mimpinya: “sungguh dia telah
meringankan penderitaanku setiap hari senin”.
Begitu pentingnya riwayat ini sehingga al-hafidz Syamsyuddin bin Nashiruddin ad-Dimasyqi dalam kitabnya Mawridus Shadi fi Maulidil Hadi menuturkan:
Jikalau seorang kafir ini telah
dicela dengan ‘tabbat yada…’ yang kekal di neraka.Telah diringankan
setiap hari Senin karena bergembira dengan kelahiran Muhammad. Maka, apa
yang kira-kira akan dianugerahkan kepada hamba yang selalu berbahagia
dengan kelahiran Rasul-Nya selama hayat hingga meninggal dalam Islam?
Ketiga mengapa harus
memperingati hari maulid adalah bahwa Rasulullah saw sendiri
mementingkan berpuasa pada hari tersebut. Yaitu setiap hari senin
seperti yang diriwayatkan oleh Abi Qatadah dalam Imam Muslim;
عَنْ اَبِيْ قَتَادَةَ
رَضِيَ اللهُ عَنْهُ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
سُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ اْلِاثْنَيْنِ ؟ فَقاَلَ ذَلِكَ يَوْمٌ وُلِدْتُ
فِيْهِ وَيَوْمٌ بُعِثْتُ اَوْ اٌنْزلَ عَلَيَّ فِيْهِ
Dari Abu Qotadah r.a, sesungguhnya
Rosulululloh SAW ditanya tentang puasa Senin. Maka beliau menjawab :
“Hari Senin adalah hari lahirku, hari aku mulai diutus atau hari mulai
diturunkannya wahyu”. (HR Muslim)
Sabda ‘yauma wulidtu fihi (itu
adalah hari aku dilahirkan)’ adalah kalimat yang menekankan betapa hari
tersebut sangatlah berharga bagi Rasulullah saw. sehingga beliau
berpuasa di hari itu. Meskipun tidak ada perintah langsung dari
Rasulullah mengenai penghormatan tersebut, tetapi bagi umat yang tahu
diri tentunya hadits tersebut telah cukup menjadi tanda.
Keempat adalah bahwa
Rasulullah saw sangat mementingkan nilai kesejarahan sebuah kejadian.
Sebagaimana beliau sadari bahwa waktu tidak mungkin kembali lagi.
Manusia hanya bisa mengingat momentum tersebut dan menjadikannya sebagai
‘ibroh’ pelajaran di masa kini dan masa depan.
Oleh karena itulah Rasulullah saw
menganjurkan umatnya untuk berpuasa di hari 10 bulan Muharram (asyuro’)
untuk memeringati kemenangan Nabi Musa as ata raja Fir’aun. Demikian
tersebut dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Abdullah bin Abbas
radiyallahu ‘anhu dalam Shahih Bukhari No 1900,
قَدِمَ النَّبِيُّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ المَدِيْنَةَ فَرَأَى اليَهُوْدَ تَصُوْمُ
يَوْمَ عَاشُوْرَاء فَقَالَ:ماَ هَذَا؟ قَالُوْا هَذَا يَوْمٌ صَالِحٌ
هَذَا يَوْمٌ نَجَّى اللهُ بَنِيْ إِسْرَائِيْلَ مِنْ عَدُوِّهِمْ
فَصَامَهُ مُوْسَى. قَالَ: فَأَناَ أَحَقُّ بِمُوْسَى مِنْكُمْ. فَصَامَهُ
وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ
“Tatkala Nabi Shallallahu’alaihi
wasallam datang ke Madinah beliau melihat orang-orang Yahudi melakukan
puasa di hari ‘Asyura. Beliau Shallallahu ‘alaihi wassalam bertanya,
“Hari apa ini?”. Orang-orang Yahudi menjawab, “Ini adalah hari baik,
pada hari ini Allah selamatkan Bani Israil dari musuhnya, maka Musa
‘alaihissalam berpuasa pada hari ini. Nabi Shallallahu’alaihi wasallam
bersabda, “Saya lebih berhak mengikuti Musa dari kalian (kaum Yahudi).
Maka beliau berpuasa pada hari itu dan memerintahkan ummatnya untuk
melakukannya”. [HR Al Bukhari]
Kesadaran Rasulullah saw atas pentingnya
nilai sejarah haruslah kita teladani. Diantara bukti peneladanan
tersebut dengan mengadakan peringatan maulid nabi. Karena yang demikian
itu sungguh akan mengingatkan kita pada terbitnya ‘cahaya’ yang
menginari jagad raya.
Kelima adalah sebuah hadits yang dijadikan landasan oleh as-Suyuthi dalam kitabnya Husnul Maqashid fi ‘Amalil Maulid bahwa
sesungguhnya Nabi Muhammad saw mengakikahkan dirinya setelah menerima
wahyu kenabian. Padahal telah diriwayatkan bahwa Abdul Muthallib sang
paman Rasulullah itu telah mengakikahkannya pada hari ke tujuh setelah
kelahirannya, sedangkan akikah tidak perlu diulang dua kali.
Oleh karena itu, menurut As-Suyuthi
hadits ini memiliki makna lain bahwa apa yang dilakukan oleh Rasulullah
saw merupakan bentuk syukur kepada Allah swt yang telah menciptakannya
sebagai rahmat bagi seluruh alam serta penghormatan untuk semua umatnya.
Sebagaimana beliau bershalawat atas dirinya sendiri. Oleh sebab itu,
kita juga disunnahkan untuk memperlihatkan rasa syukur atas kelahiran
Rasulullah saw dengan berkumpul sesama saudara, kawan, member makan
fakir miskin serta bentuk-bentuk peringatan lain yang menunjukkan
kebahagiaan.
Keenam adalah keterangan
dari beberapa hadits yang mengistimewakan hari Jum’at sebagai hari
kelahiran Nabi Adam as. hal ini bisa dijadikan qiyas (analogi) kemuliaan hari kelahiran Rasulullah saw. Dalam sunan at-Turmudzi hadits no. 491 Rasulullah saw menyatakan bahwa
خير يوم طلعت فيه الشمس يوم الجمعة فيه خلق أدم
Hari yang paling mulia adalah hari Jum’at, hari diciptakannya nabi Adam.
Begitu juga yang diriwayat an-Nasa’ai dan Abu Daud dengan sanad Sahih bahwa Rasulullah saw bersabda:
إن من أفضل أيامكم يوم الجمعة فيه خلق أدم وقبض وفيه النفخة وفيه الصعقة فأكثروا علي من الصلاة فيه فإن صلاتكم معروضة علي
“Sesungguhnya hari yang paling mulia
diantara hari-hari kalian adalah hari jum’at. Pada hari itulah Adam
diciptakan, diwafatkan, ditiupkan ruh dan dibangkitkan. Maka
perbanyaklah shalawat kepadaku (kepada Rasulullah saw) pada hari itu.
Sesungguhnya shalawat kalian akan sampai padaku…”
Sebenarnya objek kajian dalam dua hadits
di atas tidak sekedar keisitmewaan hari Jum’at tetapi momentum yang
termuat di dalamnya yaitu hari kelahiran, hari kewafatan dan hari
kebangkitan Nabi Adam as sebagai bapak manusia.
Dengan kata lain, kemuliaan dan keagugan
itu sama sekali tidak mengacu pada hari itu sendiri. Melainkan pada apa
yang pernah terjadi pada hari itu. Dengan demikian, ia bisa diperingati
berulang-ulang, baik setiap minggu, atau setiap tahun sebagai wujud
rasa syukur kepada Allah ata nikmat yang telah dilimpahkan-Nya.
Ketujuh yang mengambil pelajaran dari kisah para nabi (Nabi Yahya, Nabi Isa dan Maryam ) yang diceritakan dalam al-Qur’an dengan tujuan meneguhkan hati Rasulullah saw sebagai seorang rasul. Sebagaimana disebutkan dalam surat Hud ayat 120:
Ketujuh yang mengambil pelajaran dari kisah para nabi (Nabi Yahya, Nabi Isa dan Maryam ) yang diceritakan dalam al-Qur’an dengan tujuan meneguhkan hati Rasulullah saw sebagai seorang rasul. Sebagaimana disebutkan dalam surat Hud ayat 120:
Dan semua kisah dari rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu.
Artinya, kisah-kisah Nabi yang
diceritakan Allah swt kepada Nabi Muhammad saw dalam al-Qur’an
sebenarnya bertujuan untuk menguatkan hati Rasulullah saw. Maka kisah
tentang kehidupan Rasulullah saw (sirah nabi) yang
disebut-sebut dalam acara maulidurrasul berfungsi sebagai peneguh hati
(kita) umatnya. Bukankah hal ini sebuah kebaikan dan perlu dilestarikan?
Kedelapan adalah alasan yang bersifat sosial. Peringatan maulid nabi merupakan wasilah untuk melaksanakan berbagai macam kebaikan, apalagi tradisi masyarakat kita yang selalu melaksanakan bersama-sama.
Secara otomatis hal ini akan menambah
syiar agama Islam itu sendiri sebagaimana dengan shalat Jum’at. Dan
lebih dari itu perkumpulan ini selalu menuntut berbagai macam kegiatan
yang baik-baik. Sebut saja pengajian, majlis ta’lim, berdzikir,
bersedekah dan yang pasti adalah membaca shalawat dan menutur cerita
kehidupan Rasululllah saw. Seperti yang diperintahkan oleh Allah swt
dalam Surat al-Ahzab ayat 56:
إِنَّ اللَّهَ
وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً
Sesungguhnya Allah dan
malaikat-malaikatNya bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang
beriman, bershalawatlah kamu sekalian untuk Nabi dan ucapkanlah salam
penghormatan kepadanya. (Al-Ahzab: 56)
Ibnu Katsir dalam tafsirnya menerangkan
makna ayat tersebut bahwa Allah swt menunjukkan kepada manusia derajat
tingginya Rasulullah saw sehingga Allah swt membacakan shalawat
kepadanya. Dan memerintahkan semua manusia dan juga para malaikat untuk
bershalawat juga.
Perintah bershalawat kepada Rasulullah
saw dan bukanlah sesuatu yang dilarang bahkan Rasulullah saw
memperbolehkannya. Demikian yang diceritakan oleh sebuah hadits
sebagaimana disebut dalam shahih al-Bukhari yang diriwayatkan oleh
Salmah bin al-Akwa’ “kami berperang bersama Rasulullah saw dalam perang
Khaibar. Saat itu kami berangkat pada malam hari. Lalu ada seorang
lelaki berkata kepada Amir bin Akwa’ “maukah kamu memperdengarkan kepada
kami bait-bait syairmu?” Amir adalah seorang penyair. Lalu dia tinggal
beberapa waktu dan bersyair:
"Tidak kami maupun mereka akan mendapatkan petunjuk jika bukan karenamu
Tidak juga kami akan bersedekah atau bersembahyang
Maka maafkanlah kami ketika membelamu
Dan tetapkanlah kaki kami ketika bertemu musuh
Berikanlah ketenangan atas kami
Sungguh jika kami diseur, kami akan datang"
Kesembilan adalah Surat Yunus ayat 58 yang berbunyi
قل بفضل الله وبرحمته وبذلك فليفرحوا هو خير مما يجمعون
Katakanlah dengan karunia Allah dan
rahmat-Nya hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia Allah dan
rahmatNya itu adalah lebih baik dari pada apa yang merek kumpulkan. (Yunus: 58)
Apakah yang dimaksud dengan rahmat dalam
ayat di atas? Apakah bentuk rahmat itu? Para mufassir berbeda pendapat
mengenai hal ini. Namun dalam ulumul qur’an diterangkan bahwa
menafsirkan ayat dengan ayat al-Qur’an yang lain merupakan bentuk
penafsiran yang paling kuat. Karenanya as-Suyuthi dalam ad-Durrul Mantsur menafsirkan kata rahmat dengan Surat al-Anbiya ayat 107:
وماأرسلناك إلا رحمة للعالمين
Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam (al-Anbiya: 107)
Sebagaimana dikutip dari Ibnu Abbas:
وأحرج أبو الشيخ عن ابن
عباس فى الأية قال: فضل الله العلم ورحمته محمد صلى الله عليه وسلم : قال
الله (وما أرسلنك إلا رحمة للعالمين)
Bahwa yang dimaksudkan dengan karunia
Allah swt adalah ilmu dan rahmat-Nya adalah Nabi Muahammad saw. Allah
swt telah berfirman (Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam) (al-Anbiya: 107)
Maka menjadi jelas bahwa Rasulullah saw
memang diciptakan oleh Allah sebagai rahmat bagi alam jagad raya. Maka
kalimat selanjutnya dalam Surat Yunus di atas yang berbunyi ‘hendaklah
mereka bergembira’ secara otomatis memerintahkan kepada umat muslim
menyambit gembira atas rahmat tersebut. bukankah ini alasan yang sangat
penting mengapa kita harus bergembira menyambut maulidurrasul?
Kesepuluh pentingnya memperingati maulidurrasul adalah tidak adanya hukum yang jelas-jelas melarangnya. Meskipun melaksanakan peringatan maulid juga bukanlah termasuk ibadah tauqifiyah. Namun peringatan ini seringkali menjadi wahana mendekatkan diri kepada Allah swt. yang sangat dianjurkan.
Oleh karena itu, jika kacamata syari’at
mengategorikan berbagai macam praktek ibadah menjadi dua yaitu yang
disenangi dan dibenci, maka memperingati hari maulid dapat dikategorikan
sebagai ibadah yang disenangi syariat.
Demikianlah sepuluh alasan mengapa umat
muslim perlu memperingati hari kelahiran Rasulullah saw yang dijabarkan
oleh Omar Abdullah Kamel dalam kitabnya Kalimatun Hadi’atun fil Bid’ah, Kalimatun Hadi’atun fil Ihtifal bi Maulid, Kalimatun Hadi’atun fil Istighatsah.
LABEL : AKHLAQ
LABEL : AKHLAQ
0 komentar:
Posting Komentar
kau berkomentar maka kau berfikir